Senin, 18 Juni 2012

LAPORAN FIELDTRIP(di Desa Gubuk Klakah, Poncokusumo, Kab.Malang)


LAPORAN FIELDTRIP
DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
di Desa Gubuk Klakah, Poncokusumo, Kab.Malang



Disusun Oleh :
Kelompok H2



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

KELOMPOK H2
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :

1.     Renata Dio Rani                         115040101111087
2.     Nadya Febrianti                           115040101111113
3.     Aida Dinni I                                115040101111100
4.     Iga Tyanita Duani                       115040101111126
5.     Nur Izzatul K                               115040101111139
6.     Ulivia Ristiana                             115040101111152
7.     Vika Sari                                     115040101111165
8.     Sri Rohmawanti                         115040101111178
9.     Indri Srivany Y.B                       115040101111191
10.             Siti Khofifatul Isriyah           115040101111204
11.             Lia Kurnia Sari                     115040101111217
12.             Zhammami Dwi P                           115040101111230
13.             Sugeng Trimawan                          115040102111005
14.             Eka Putri Kurnia Sari          115040107111011
15.             Ahmad Faris Syafi'I                        115040113111012













KATA PENGANTAR

                   Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Laporan Hasil Survei Poncokusumo”.
                   Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dari praktikum mata kuliah Manajemen Agribisnis. Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
                   Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.



                                                                                         Malang, 02 Juni 2012



Penyusun





DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2  Tujuan........................................................................................................... 1
1.3 Manfaat.......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1 Definisi Hama................................................................................................ 3
2.2 Definisi Penyakit........................................................................................... 3
2.3 Definisi Varietas Tahan................................................................................. 4
2.4 Pengendalian terhadap Populasi Hama dan Penyakit ( Biologis, Hayati, Kimia daan Mekanik) 4
2.4.1 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan secara Biologi.......................... 4
2.4.2 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Secara Hayati.......................... 5
2.4.3 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan cara Kimiawi........................... 6
2.4.4 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan dilakukan secara Fisik dan mekanik           6
2.5 Macam-macam Sistem Budidaya Tanaman pada Lahan............................... 7
2.5.1 Monokultur................................................................................................. 7
2.5.2 Polikultur.................................................................................................... 8
2.5.3 Agroforestry............................................................................................... 9
2.6 Perbedaan Lahan Sawah, Lahan Tegal, Lahan Pekarangan.......................... 9
2.7  Macam-Macam Pupuk dan Pestisida yang Digunakan Petani...................... 10
2.8 Kearifan Lokal............................................................................................... 12
2.9 Kelembagaan................................................................................................. 15

BAB III METODOLOGI................................................................................. 17
3.2  Alat dan Bahan.............................................................................................. 17
3.3  Alur Kerja...................................................................................................... 17
BAB IV HASIL.................................................................................................. 18
4.1 Latar Belakang Petani.................................................................................... 18
4.2 Jenis Lahan dan Tanaman Budidaya atau Komoditas yang ditanam oleh Petani (meliputi sejarah  lahan, luas lahan, tujuan buidaya komoditas yang ditanam  dan penggunaan varietas tahan)         19
4.3 Sistem Budidaya Petani................................................................................. 19
4.4 Pengendalian Hama dan Penyakit yang Dilakukan Oleh Petani................... 20
4.4.1 Hama dan Penyakit yang Ditemukan dan Pengaruh Terhadap Produksi    20
4.5 Pemasaran Komoditas Yang Ditanam Oleh Petani....................................... 28
4.6 Biaya yang Dikeluarkan dan Keuntungan Produksi...................................... 28

BAB V PENUTUP............................................................................................ 30
5.1 Kesimpulan.................................................................................................... 30
5.2 Kritik dan Saran............................................................................................. 30

Daftar Pustaka................................................................................................... 31


















BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan dalam budidaya tanaman sangat di pengaruhi oleh populasi hama dan penyakit yang menyerang. Populasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya dapat ditekan oleh hidupnya organisme-organisme yang termasuk dalam kelas serangga yang berperan sebagai musuh alami diantaranya terkelompok sebagai parasitoid, pathogen dan predator. Ada beberapa serangga yang menguntungkan, laba-laba dan pathogen yang menyerang serangga hama. Spesies-spesies yang menguntungkan tersebut sering mengontrol serangan hama, khususnya pada tempat-tempat yang bebas atau terhindar dari pengaruh penggunaan pestisida. Tanpa adanya spesies-spesies yang menguntungkan ini serangga hama akan perbanyakan dengan cepat yang secara lengkap akan menghabiskan tanaman budidaya di lahan.
Pada umumnya petani lebih memilih cara yang lebih praktis dalam pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman mereka, yaitu menggunakan pestisida, baik pestisida alami maupun sintetis. Cara ini dirasa dapat mengurangi jumlah populasi hama dan penyakit yang menyerang dengan waktu yang relatif singkat.
Keberadaan hama dan penyakit sendiri dapat di tekan dengan sistem pertanaman polikultur atau tumpang sari. Sistem ini lebih dapat menekan populasi hama dan penyakit dibandingkan dengan sistem monokultur (menanam hanya dengan satu jenis tanaman). Selanjutnya akan di bahas lebih lanjut mengenai semua aspek dalam budidaya berdasarkan hasil observasi di lahan pertanian.

1.2  Tujuan
            1. Mengetahui cara pembudidayaan tanaman monokultur dan polikultur
            2. Mengetahui hama dan penyakit yang ditemui di lahan.
            3. Mengetahui Jenis tanaman apa saja yang terdapat di lahan.
            4. Mengetahui penggunaan pupuk dan pestisida
            5.Mengetahui cara sistem budidaya pada tanaman tersebut.
1.3 Manfaat
1. Kita menjadi mengetahui cara pembudidayaan tanaman monokultur dan polikultur.
            2. Kita dapat mengetahui hama dan penyakit yang ditemui di lahan.           
            3. Kita dapat menjadi tahu tanaman apa saja yang terdapat di lahan.
            4. Kita menjadi mengetahui penggunaan pupuk dan pestisida.
            5. Kita menjadi tahu cara budidaya tanaman yang ada dalam lahan.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hama
·      Hama adalah jasad pengganggu yang merupakan sejenis makhluk hidup yang termasuk dalam kelompok hewan atau binatang.
(Djafaruddin, 2007)
·      Hama merupakan binatang yang merusak tanaman sehingga menyebabkan kerugian ekonomi karena menurunkan produksi tanaman, baik secara kuantitas maupun kualitas.
(Matnawy, 1989)
·      Pests is a cause of plant damage that can be viewed using the five senses
Hama adalah suatu penyebab kerusakan tanaman yang dapat dilihat dengan menggunakan panca indera.
(Mudjiono et all, 1991)
2.2 Definisi Penyakit
·         Penyakit adalah kelainan proses fisiologi tumbuhan yang disebabkan oleh faktor abiotik, biotik atau keduanya yang menyebabkan perubahan morfologi tumbuhan (disebut gejala) sampai menimbulkan kerusakan ekonomis.
(Muhidin, 2010)
·         Penyakit ialah suatu penyimpangan yang cukup tegas, tetap atau permanen dari tumbuhan dan struktur yang normal pada tanaman, hingga menimbulkan gejala yang dapat dilihat, yang merugikan terhadap mutu dan menurunkan nilai ekonomis tanaman tersebut.
(Stakmann dan Harrar, 1957)
·         Plant disease is an important of normal state of plant that interrupt of modifies its vital function.
Penyakit tanaman adalah salah satu kerusakan yang mengubah fungsi vital suatu organ tanaman.
(Anonymous, 2012)
2.3 Definisi Varietas Tahan
·         Varietas tahan merupakan salah satu komponen teknologi alternatif dalam menekan serangan hama.
(Arrahman, 2011)
·         Varietas tahan adalah ketahanan tanaman pada serangga meliputi semua ciri dan sifat tanaman yang memungkinkan tanaman terhindar, mempunyai daya tahan atau daya sembuh dari serangga dalam kondisi yang akan menyebabkan kerusakan lebih besar pada tanaman lain dari spesies yang sama.
(Painter, 1958)
·         Resistant varieties is the ability of plants to reproduce better than other crops compared to other crops with similiar pests population levels.
Varietas tahan merupakan kemampuan tanaman untuk bereproduksi dibandingkan tanaman lain dengan tingkat populasi hama yang sama.
                                                                           (Teetes, 1996)
2.4 Pengendalian terhadap Populasi Hama dan Penyakit ( Biologis, Hayati, Kimia daan Mekanik)
2.4.1 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan secara Biologi
Penggunaan musuh alami serangga hama berupa predator dan parasitoid (parasit serangga hama) telah lama dilakukan, tetapi keberhasilanya belum optimal, dan pada umumnya digunakan untuk pengendalian hama, sedangkan untuk pengendalian penyakit masih belum banyak dilakukan.
Predator serangga hama adalah mahluk hidup yang secara aktif memangsa serangga hama. Pada umumnya ukuran predator lebih besar dari serangga hama. Parasitoid (parasit serangga hama) adalah mahluk hidup / agensia hidup dalam melakukan siklus hidupnya dengan memanfaatkan serangga hama baik secara langsung maupun melalui telur serangga hama (pasitoid telur). Parasitoid biasanya berukuran lebih kecil dari serangga hama walaupun tidak seratus persen. Parasitoid akan masuk kedalam tubuh serangga hama dan berkembang biak didalam tubuh serangga tersebut.
Penggunaan predator berupa laba-laba dan jamur Metarizium untuk pengendalian wereng coklat telah dilaporkan tingkat keberhasilannya, tetapi keberhasilan tersebut masih dalam tingkat penelitian di laboratorium atau dirumah kaca. Sedangkan dilapangan belum mencapai keberhasilan yang optimal, karena berbagai faktor yang menghalangi perkembangan predator dan parasitoid tersebut. Misalnya parasitoid yang berupa mikro organisme sangat rentan terhadap perubahan faktor iklim. Sehingga kehidupannya akan cepat terganggu jika terjadi perubahan suhu atau kelembaban udara. Demikian juga serangga parasitoid yang menempatkan telurnya pada inangnya berupa hama tanaman. Efektifitasnya akan terlihat jika populasi hama tanaman lebih tinggi dari populasi parasitoid, dan pada saat itulah parasitoid akan bekerja menekan perkembangan populasi hama.  
(Makarim,dkk., 2003)
2.4.2 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Secara Hayati
Pengendalian hayati adalah pengendalian semua makhluk hidup yang dianggap sebagai OPT dengan cara memanfaatkan musuh alami, memanipulasi  inang, lingkungan atau musuh alami itu sendiri. Pengendalian hayati bersifat ekologis dan berkelanjutan. Ekologis berarti pengendalian hayati harus dilakukan melalui pengelolaan ekosistem pertanian secara efisien dengan sedikit mungkin mendatangkan akibat samping negatif bagi lingkungan hidup. Sedangkan berkelanjutan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bertahan dan menjaga upaya agar tidak merosot atau menjaga agar suatu upaya terus berlangsung
(Basukriadi, 2003).
Pengendalian hayati sebagai komponen pengendalian hama terpadu sejalan dengan definisi sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT sejalan dengan paradigma pembangunan agribisnis.
 (Suniarsyih, 2009).
Pengendalian hayati memiliki arti khusus, karena pada umumnya beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan banyak input luar. Pengendalian ini secara terpadu diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme penyebab penyakit atau mengganggu siklus hidupnya.
(Untung, 2001).
2.4.3 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan cara Kimiawi
Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit sangat jelas tingkat keberhasilannya. Penggunaan pestisida kimia merupakan usaha pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak dikuti dengan tepat penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jenis dan tepat konsentrasi. Keadaan ini yang sering dinyatakan sebagai penyebabkan peledakan populasi suatu hama . Karena itu, penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian hama dan patogen perlu dipertimbangkan, dengan memperhatikan tingkat serangan, ambang ekonomi, pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia dan hewan.
( Dr. Baehaki, 2006)
2.4.4 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan dilakukan secara Fisik dan mekanik
Pengendalian hama atau penyakit dengan cara ini biasanya dilakukan pada usaha pertanian dalam skala kecil atau dalam rumah kawat atau rumah kaca. Pengendalian hama atau penyakit dengan fisik adalah penggunaan panas dan pengaliran udara. Sedangkan mekanik adalah usaha pengendalian dengan cara mencari jasad perusak tanaman, kemudian memusnahkannya. Cara ini dapat dilakukan dengan tangan atau menggunakan alat berupa perangkap.
Terkadang cara ini lebih efektif untuk menekan populasi hama dan tentu saja dengan memperhatikan waktu dan tempat yang tepat. Misalnya untuk mengendalikan hama ulat jengkal yang aktivitas hidupnya pada siang hari hal ini akan efektif tetapi akan terasa berbeda apabila mengendalikan hama ulat grayak/ ulat tanah secara fisik pada siang hari karena ulat grayak / ulat tanah tidak akan ditemukan pada siang hari, demikian juga untuk hama-hama yang lain. Juga perhatikan siklus dari serangga hama maksudnya apabila anda ingin mengendalikan hama ulat tetapi saat ini siklusnya untuk daerah tersebut sudah menjadi kupu-kupu atau ngengat, maka jangan berharap anda bisa menemukan ulat yang anda maksud. Untuk itu kenali dahulu karakteristik dan sifat dan siklus ddari serangga hama yang akan kita kendalikan secara fisik.
(Wiyono S., 2007)
2.5 Macam-macam Sistem Budidaya Tanaman pada Lahan
2.5.1 Monokultur
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit tanaman).
Cara budidaya ini biasanya dipertentangkan dengan pertanaman campuran atau polikultur. Dalam polikultur, berbagai jenis tanaman ditanam pada satu lahan, baik secara temporal (pada waktu berbeda) maupun spasial (pada bagian lahan yang berbeda).
Pertanaman padi, jagung, atau gandum sejak dulu bersifat monokultur karena memudahkan perawatan. Dalam setahun, misalnya, satu lahan sawah ditanami hanya padi, tanpa variasi apa pun. Akibatnya hama atau penyakit dapat bersintas dan menyerang tanaman pada periode penanaman berikutnya. Pertanian pada masa kini biasanya menerapkan monokultur spasial tetapi lahan ditanami oleh tanaman lain untuk musim tanam berikutnya untuk memutus siklus hidup OPT sekaligus menjaga kesehatan tanah.
Istilah "monokultur" sekarang juga dipinjam oleh bidang-bidang lainnya, seperti peternakan, kebudayaan (mengenai dominasi jenis aliran musik tertentu), atau ilmu komputer (mengenai sekelompok komputer yang menjalankan perangkat lunak yang sama).
2.5.2 Polikultur
Polikultur berasal dari kata poly yang artinya banyak dan culture artinya tanaman. Secara harfiah polikultur berarti model pertanian dengan banyak jenis tanaman pada lahan yang sama. Polikultur bukan berarti model pertanian gado-gado atau juga bukan merupakan tumpang sari, karena model tumpang sari hanya dikenal pada pertanian tanaman semusim. Model pertanian polikultur berbasis pada tahapan dari tahun ke tahun kondisi ekosistem akan lebih baik.
Tanaman yang dikembangkan dan kondisi alamnya akan lebih sempurna dan stabil. Selain itu apabila tanaman kerasnya sudah mencapai usia maksimal dan tidak produktif lagi, diameter batangnya sudah sangat besar maka akan menguntungkan petani untuk menebang dan menjual kayunya yang tentunya bernilai ekonomis sangat tinggi.
(Soekirman, Dkk, 2007)


2.5.3 Agroforestry
Hudges (2000) dan Koppelman dkk.,(1996) mendefinisikan Agroforestry sebagai bentuk menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam sistem yang bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Secara sederhana adalah menanam pohon dalam sistem pertanian. (dikutip oleh Sa’ad, 2002)

2.6 Perbedaan Lahan Sawah, Lahan Tegal, Lahan Pekarangan
Lahan sawah
Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan / menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut. Termasuk disini lahan yang terdaftar di Pajak Hasil Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan baru. Lahan sawah mencakup pengairan, tadah hujan, sawah pasang surut, rembesan, lebah dan lain sebagainya.
Lahan Tegal
Tegal adalah lahan bukan sawah (lahan kering) yang ditanami tanaman semusim atau tahunan dan terpisah dengan halaman sekitar rumah serta penggunaannya tidak berpindah-pindah.  Lahan yang dibiarkan kosong kurang dari satu tahun (menunggu masa penanaman yang akan datang), dianggap sebagai kebun/tegal apabila hendak ditanami tanaman musiman/tahunan atau dianggap sebagai lahan perkebunan apabila akan ditanami tanaman perkebunan.
Lahan Pekarangan
Lahan pekarangan adalah lahan terbuka yang terdapat di sekitar rumah tinggal. Lahan ini jika dipelihara dengan baik akan memberikan lingkungan yang menarik nyaman dan sehat serta menyenangkan sehingga membuat kita betah tinggal di rumah. Pekarangan rumah kita dapat kita manfaatkan sesuai dengan selera dan keinginan kita. Misalnya dengan menanam tanaman produktif seperti tanaman hias, buah, sayuran, rempah-rempah dan obat-obatan. Dengan menanam tanaman produktif di pekarangan akan memberi keuntungan ganda, salah satunya adalah kepuasan jasmani dan rohani.
(Supriati, 2008)

2.7  Macam-Macam Pupuk dan Pestisida yang Digunakan Petani
Pupuk adalah bahan pengubah sifat biologi tanah supaya menjadi lebih baik. Pupuk selain berfungsi menggemburkan tanah juga untuk mebantu pertumbuhan tanaman. Pupuk dalam pengertian khusus mengandung bahan hara (urea) nitrogen. Macam-macam pupuk yaitu :
·         Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang dibuat dari bahan-bahan yang bersifat alami atau organik dan tidak mengandung bahan kimia sintetik. Pupuk organik sendiri ada beberapa macam, diantaranya :
-          Pupuk kandang : pupuk yang terbuat dari kotoran hewan.
-          Kompos    : Pupuk yang terbuat dari sisa-sisa tanaman.
·         Pupuk kimia
Pupuk kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan pupuk buatan. Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk kimia majemuk.
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest (“hama”) yang diberi akhiran -cide (“pembasmi”). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai “racun”.
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Macam-macam Pestisida yaitu:
·         Pestisida Kimiawi
Pengendalian hama secara kimiawi merupakan pengendalian hama dengan menggunakan zat kimia. Pengendalian hama ini biasa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian hama ini sering dilakukan oleh petani. Olehnya itu pengendalaian hama secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan hama dan penyakit. Permasalahan yang terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan pengendalian hama dan penyakit dengan cara kimiawi yakni dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani akan interaksi tanaman dan musuh-musuh alaminya. Seiring berkembangnya metode pengendalan hama, ada beberapa macam pestisida, yakni :
a.       Fungisida             : pengendali cendawan
b.      Insektisida            : pengendali serangga
c.       Herbisida              : pengendali gulma
d.      Nematisida           : pengendali nematoda
e.       Akarisida             : pengendali tungau
f.       Ovarisida             : pengendali telur serangga dan telur tungau
g.      Bakterisida           : pengendali bakteri
h.      Larvasida            : pengendali larva
i.        Rodentisida          : pengendali tikus
j.        Avisida                 : pengedali burung
k.      Mollussida            : pengendali bekicot
l.        Sterillant               : pemandul.

·         Pestisida Alami
Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Jenis pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya mudah hilang. Pestisida alami di bagi menjadi 2 yaitu :
-          Pestisida Botani
-          Pestisida Biologi

2.8 Kearifan Lokal
a. Kepercayaan/Adat Istiadat
·         Pengertian adat secara umum
Kata kebudayaan dalam istilah inggris adalah “culture” yang berasal dari bahasa latin “colere”yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau pertanian. Dari pengertian ini kemudian berkembang menjadi “culture”. Istilah “culture” sebagai istilah teknis dalam penulisan oleh ahli antropologi inggris yang bernama Edwar B. Tylor mengatakan bahwa “culture” berarti “complex whole of ideas and thinks produced by men in their historical experlence”. Sesudah itu pengertian kultur berkembang terus dikalangan antroplogi dunia. Sebagai istilah umum “culture” mempunyai arti, kesopanan, kebudayaan, pemeliharaan atau perkembangan dan pembiakan.
Bahasa Indonesia sendiri mempunyai istilah budaya yang hampir sama dengan culture, dengan arti kata, kata kebudayaan yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia bukanlah merupakan terjemahan dari kata “culture”. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata budhi. Budhi berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kata buddhayah (budaya) yang mendapatkan awalan ke- dan akhiran –an, mempunyai arti “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. Berdasarkan dari asal usul kata ini maka kebudayaan berarti hal-hal yang merupakan hasil dari akal manusia dan budinya. Hasil dari akal dan budi manusia itu berupa tiga wujud, yaitu wujud ideal, wujud kelakuan, dan wujud kebendaan.
Sedangkan Koencaraningrat membicarakan kedudukan adat dalam konsepsi kebudayaan. Menurut tafsirannya adat merupakan perwujudan ideal dari kebudayaan. Adat dibaginya atas empat tingkat, yaitu tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum dan tingkat aturan khusus. Adat yang berada pada tingkat nilai budaya bersifat sangat abstrak, ia merupakan ide-ide yang mengkonsesikan hal-hal yang paling berniali dalam kehidupan suatu masyarakat. Seperti nilai gotong royong dalam masyarakat Indonesia.
Adat pada tingkat norma-norma merupakan nilai-nilai budaya yang telah terkait kepada peran-peran tertentu (roles), peran sebagai pemimpin, peran sebagai guru membawakan sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kelakuannya dalam hal memainkan peranannya dalam berbagai kedudukan tersebut. Selanjutnya adat pada tingkat aturan-aturan yang mengatur kegiatan khusus yang jelas terbatas ruang lingkupnya pada sopan santun. Akhirnya adat pada tingkat hukum terdiri dari hukum tertulis dan hukum adat yang tidak tertulis.
·         Pengertian Adat secara Khusus
Adat adalah aturan, kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dinggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan – aturan tentang kehidupan manusia tersebut menjadi aturan yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara yang mampu mengendalikan perilaku warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting. Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga angota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi sangat keras yang keras yang kadang secara tidak langsung dikenakan.

·         Pengertian Kepercayaan
Kepercayaan dalam bahasa inggrisnya dinamakan “trust or believe” ini merupakan suatu bentuk nyata dalam kehidupan dimana menjadi berharga dari intan berlian sekalipun. Agama pun mengajarkan pentingnya kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa atau Allah SWT. Ini esensi penting dalam beragama karena tanpa ini maka keimanan seseorang diragukan. Orang yang tidak mempercayai Tuhan adalah atheis. Dimanapun kita berada kepercayaan mutlak diperlukan. Kita bisa melihat tanpa adanya kepercayaan rakyat pada pemimpin negara niscaya hancur. Memelihara kepercayaan itu sangatlah sulit dan akan lebih mudah menodai kepercayaan karena semuanya kembali pada diri kita masing-masing memilih pilihan yang mana yang akan menjadi jalan hidup kita?
b. Pranoto Mongso
Pranata mangsa adalah sistim ”penanggalan” khas petani Jawa, dimana pada setiap mangsa ada ciri khas pada alam, yang bisa dipergunakan untuk pertanda bagi kegiatan para petani. Pranata mangsa yang dalam satu tahun terdiri atas dua belas mangsa, penghitungannya berdasar bayang bayang orang yang berdiri tegak dari cahaya matahari di tengah hari, dengan ketentuan awal mangsa kesatu (kasa) adalah bila panjang bayang bayang sebesar 4 “pecak” disebelah  selatan .(Satu pecak adalah sepanjang telapak kaki, dari tumit sampai ujung ibu jari kaki). Selanjutnya pergantian mangsa terjadi berturut turut, saat panjang bayang bayang, di tengah hari sepanjang 3 pecak, dua pecak, satu pecak , tanpa bayang bayang, kemudian satu pecak di utara, dua pecak di utara, satu pecak di utara lalu kembali tanpa bayang bayang kemudian membesar terus keselatan sampai kembali 4 pecak di Selatan.
Kegiatan peramalan cuaca dan iklim sudah ada sejak kerajaan Hindu, khususnya di Pulau Jawa yaitu berupa “pranata mangsa”, yang seringkali disebut prakiraan tradisional. Petani menggunakan tanda-tanda fenomena alam atau yang seringkali disebut gejala-gejala alam dalam memprakirakan kapan musim hujan mulai, kapan musim hujan berhenti. Kemarau panjang pun dapat diketahui dengan indikator pranata mangsa. Tumbuhnya batang umbi gadung (Dioscorea hispide Dennst) sebagai contoh, merupakan indikator kurang lebih 50 hari ke depan musim hujan mulai. Berbunyinya tonggeret (Tibicen Sp) merupakan indikator musim kemarau sudah dekat. Masyarakat Sulawesi Selatan dan Lombok Selatan juga mempunyai indikator terjadinya kemarau panjang. Sayangnya penggunaan pranata mangsa saat ini mulai ditinggalkan oleh petani.
Pranata mangsa merupakan cara tradisional masyarakat Jawa dalam memprediksi cuaca dan iklim sudah ada sejak dulu, yang berdasar pada kejadian-kejadian alam, sehingga pengguna cara ini harus “ingat” ( dalam bahasa Jawa: titen), kapan harus menanam dan memanen. Tingkat akurasi prediksi tradisional saat ini seringkali bias, seiring dengan hilangnya beberapa indikator alam akibat kerusakan alam. Penggunaan metode tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Sebagian orang masih menggunakan metode ini hanya sebagai primbon dan nuansa “klenik” lebih dominan.

2.9 Kelembagaan
}  Menurut Koentjaraningrat (1964), lembaga kemasyarakatan/lembaga sosial atau pranata sosial adalah suatu sistim norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu kebutuhan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat
}  Soekanto (2003) mendefinisikan lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan dari norma-norma segala tindakan berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia di dalam kehidupan masyarakat.
}  Rahardjo (1999) menyatakan bahwa kelembagaan sosial (social institution) secara ringkas dapat diartikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat, merupakan wadah dan perwujudan yang lebih konkret dari kultur dan struktur.
}  Berdasarkan pada beberapa pengertian tadi , dapat dipahami bahwa kelembagaan pertanian adalah  “norma atau kebiasaan yang terstruktur dan terpola serta dipraktekkan terus menerus untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat yang terkait erat dengan penghidupan dari bidang pertanian di pedesaan”.



















BAB III
METODOLOGI

3.1.   Alat dan Bahan
·         Bolpoin                       : untuk mencatat hasil wawancara.
·         Buku dan kuisioner     : untuk mencatat hasil wawancara.
·         Kamera                        : untuk dokumentasi.

3.4  Alur Kerja

Siapkan alat dan bahan

Cari salah satu lahan petani

Perkenalan dengan Narasumber
(Petani atau pemilik lahan)

Mulai Wawancara
 

Catat Hasil Wawancara


 
Dokumentasi setiap tanaman dan hama yang ada

Buat laporan hasil wawancara








BAB IV
HASIL

4.1 Latar Belakang Petani
            Desa Gubuk Klakah kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang terkenal dengan bermacam – macam komoditas yang dibudidayakan. Seperti apel, kubis, bawang merah, bawang prei, sawi, nangka, dll. Tepatnya hari sabtu kami melakukan wawancara dengan salah satu petani yang ada di Desa Gubuk Klakah kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang yang bernama Bapak Mujiono. Salah satu petani yang menanam komoditas apel, kubis, bawang prei, dan sawi. Dari menanam komoditas tersebut, hasil produksi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Selain itu, juga dapat menunjang kebutuhan ekonomi keluarga. Selain menjadi petani, bapak mujiono juga seorang peternak. Dulunya bapak Mujiono memiliki 9  ekor sapi tetapi, sapi tersebut harus dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup diwaktu gagal panen karena bapak Mujiono pernah mengalami gagal panen dan menglami kerugian yang sangat besar. Pada akhirnya sapi yang tersisa tinggal 2 ekor.
Dalam melakukan aktivitas pertanian  Bapak Mujiono  mempunyai kepercayaan atau adat istiadat yaitu didasarkan pada tanggal dan tahun tertentu. Jika paada waktu tanggal muda menanam komoditas pertanian atau yang dikenal dengan sebutan “ Bumi Ke atas” maka tanaman akan cepat tumbuh. Selain itu, perkiraan cuaca juga menjadi kepercayaan dalam menentukan komoditas apa yang akan ditanam. Masyarakat Gubuk Klakah kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang mempunyai kelompok tani yang sifatnya berbagi pengalaman antara satu petani dengan petani lainnya. Kelompok tani tersebut diketuai oleh Bapak miskan yang menjadi panutan bagi masyarakat dalam pengelolaan usaha tani. Selain itu kelompok tani tersebut bekerja sama dengan Bank sehingga dapat melakukan simpan pinjam pada Bank tersebut.


4.2 Jenis Lahan dan Tanaman Budidaya atau Komoditas yang ditanam oleh Petani (meliputi sejarah  lahan, luas lahan, tujuan buidaya komoditas yang ditanam  dan penggunaan varietas tahan)
Tegal dengan luas 40m2 yang digunakan oleh Bapak Mujiono untuk bercocok tanam  tersebut  merupakan lahan warisan dari orang tua beliau dari tahun 1983 sampai saat ini. Sebelum lahan tersebut diwariskan kepada Bapak Mujiono, orang tua beliau menanaminya dengan tanaman jagung, gandum, jeruk, dan mangga. Namun setelah lahan tersebut diwariskan pada Bapak Mujiono, beliau menanaminya dengan tanaman  apel, kubis, bawang pre, dan sawi. Selain itu Bapak Mujiono menanaminya dengan varietas tahan, yaitu Kubis Grand II, sawi organik, bawang pre, apel red, apel manalagi, dan jagung putih.
Tujuan budidaya bapak Mujiono sendiri dengan tujuan seperti halnya petani pada umumnya, yaitu untuk dijual dan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Akan tetapi ada juga yang dibudidayakan untuk dikonsumsi sendiri, misalnya jagung putih. Jagung putih hasil budidaya tidak beliau jual, melainkan untuk di konsumsi beliau dan keluarganya.

4.3 Sistem Budidaya Petani
            System budidaya yang digunakan oleh Bapak Mujiono adalah sistem Tumpang sari (intercropping dan interplanting), yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama dengan barisan-barisan teratur. Menurut Beliau system ini dirasa dapat mengurangi serangan hama dan penyakit.
Gambaran sejarah lahan yang digunakan oleh petani adalah merupakan lahan warisan/turunan keluarga (1983). Dimana sebelumnya lahan digunakan untuk budidaya kebun jeruk, mangga, gandum dan jagung. Dalam pengolahan tanah jenis lahan yang digunakan adalah lahan sawah dan lahan tegal, dimana pengolahan kedua lahan ini berbeda. Untuk lahan sawah petani memanfaatkannya dengan menanam tanaman dataran tinggi, seperti apel, kubis, bawang merah, sawi, dan nangka. Sedangkan pada lahan tegal yang ditanam hampir sama dengan lahan sawah yaitu apel, kubis, sawi namun ada juga bawang prei.
Cara pengolahannya sangat sederhana yaitu dengan hanya menggunakan cangkul untuk olah tanah. Begitu juga dengan pemberian pupuk, tanah hanya diolah dengan cangkul. Dalam pemberian pupuk tanaman polikultur ini setiap 6 bulan sekali tiap panen. Petani selain menggunakan pupuk juga menggunakan fungisida yang diberikan minimal setiap 15 hari sekali sebanyak 1 drum air ditambah dengan fungisida cair 200cc dan fungisida serbuk sebanyak 10 sendok.
Dalam budidaya tanaman dan pengolahan lahan tentunya tidak lupa dengan penggunaan pupuk sebagai bahan yang dapat membantu penyuburan tanah maupun tanaman. Dalam budidaya tanaman polikultur ini petani menggunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak, baik berupa padatan (feces) yang bercampur sisa makanan, ataupun air kencing (urine) dan pestisida kimia. Untuk pupuk kandang petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organic. Kotoran ternak tersebut tanpa diolah menjadi kompos namun langsung diaplikasikan sebagai pupuk organic.

4.4 Pengendalian Hama dan Penyakit yang Dilakukan Oleh Petani
4.4.1 Hama dan Penyakit yang Ditemukan dan Pengaruh Terhadap Produksi Komoditas
Hama
Menurut Bapak Mujiono, hama yang biasanya menyerang tanaman budidayanya adalah sebagai berikut :
1.      Tanaman Apel

a.       Thrips sp.
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum    : Arthropoda
Kelas       : Insecta
Ordo       : Thysanoptera
Famili     : Thripidae
Genus    : Thrips
Spesies  : Thrips sp
Thrips sp memiliki panjang tubuh sekitar 1-2 mm, berwarna hitam, datar, langsing dan mengalami metamorfosis sederhana/ setengah sempurna yaitu mulai dari telur  kemudian  nimfa/thrips  muda  berwarna  putiatau  kuning  baru  setelah  itu menjadi thrips dewasa sebelum mengalami dua  sampai empainstar.
Menurut  Kalshoven (1981) bahwa imago  betina Thrips dapameletakkan telur sekitar 15 butir secara berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi telur sekitar 7 hari.

Gejala Serangan
Pada  permukaadauakaterdapat  bercak-bercak  yang  berwarna  putih seperti perak. Menurut Setiadi (2004 ), hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah dihisap cairannya oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling berdekatan dan akhirnya bersatu maka daun akan memutih seluruhnya mirip seperti warna perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah menjadi warna coklat dan akhirnya daun akan mati. Pada umumnya bagian tanaman yang diserang oleh Thrips ini adalah pada daun, kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai yang masih muda.

b.      Ulat Grayak (Spodoptera Litura)
 
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Imsekta
Ordo : Lepidoptera
Famili:Noctuidae
Sub Famili : Amphipyrinae
Genus : Spodoptera
Species : Spodoptera Litura F.
Instar pertama tubuh larva berwarna hijau kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar kedua, tubuh berwarna hijau dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua. Larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm.
Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat , kelima dan keenam agak sulit dibedakan. Untuk panjang tubuh instar ke empat 13-20 mm, instar kelima 25-35 mm dan instar ke enam 35-50 mm. Mulai instar keempat warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan.
Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklat-coklatan.Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna hitam kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang biasanya berwarna putih.

Gejala Serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja dan ulat yang besar memakan tulang daun dan buahnya. Gejala serangan pada daun rusak tidak beraturan, bahkan kadang-kadang hama ini juga memakan tunas dan bunga. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya daun. Serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau

2.      Kubis
a.       Ulat Grayak
Pada lahan Bapak Mujiono, ulat grayak tidak hanya menyerang apel saja, melainkan juga menyerang kubis. Gejala serangannyapun hampir sama pada serangan ulat grayak pada umumnya di berbagai jenis tanaman.

3.      Bawang Prei
a.       Wereng Coklat
 
kingdom          : animalia
filum                :
arthropoda
subfilum          :
hexapoda
kelas                :
insecta
ordo                 :
hemiptera
famili               :
delphacidae
genus               :
nilaparvata
spesies             : Nilaparvata lugens

Nilaparvata lugens berkembang dengan metamorfosis tidak sempurna yang dalam siklus hidupnya terdapat stadium telur, nimfa dan dewasa. Telur dari N. lugens berbentuk lonjong berwarna putih dengan panjang 1,3 mm. Telur-telur ini diletakkan berkelompok seperti sisiran pisang di dalam jaringan pelepah daun yang menempel pada batang. Nimfa wereng cokelat terdiri dari 5 instar yang dapat dibedakan dari ukuran tubuh dan sayapnya. Nimfa instar pertama berwarna putih keabu-abuan dengan panjang 0,6 mm, sedangkan instar kelima berwarna cokelat dengan panjang 2,0 mm. Perubahan warna tubuh dari putih keabu-abuan lalu menjadi cokelat terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan instar.
Imago Nilaparvata lugens mempunyai 2 bentuk ukuran sayap yaitu makroptera (bentuk yang bersayap panjang) dan brakhiptera (bentuk yang bersayap pendek). Dimorfisme sayap ini berhubungan dengan kepadatan populasi yang terkait dengan persediaan makanannya. Warna tubuh fase imagonya adalah cokelat kekuning kuningan sampai cokelat tua. Panjang tubuh imago betina 3-4 mm dan imago jantan 2-3 mm. Imago betina mempunyai abdomen yang lebih gemuk daripada imago jantan.

Penyakit
1.      Embun Tepung
Gejala penyakit dapat timbul pada daun, ranting, bunga, dan buah. Pada bagian yang terserang, jamur membentuk lapisan putih seperti beledu bertepung, yang terdiri atas miselium, koniofor dan konidium jamur. Gejala segera tampak setelah kuncup berkembang menjadi daun dan tunas yang baru. Daun yang sakit parah menggulung, kerdil, keras dan rapuh, diselimuti oleh miselium jamur dan akhirnya rontok. Gejala awal pada daun yang sakit adalah terbentuknya bercak-bercak kecil bertepung, berwarna putih atau putih kelabu pada sisi bawah daun, tetapi setelah berkembang kedua sisi daun dan ranting tertutup oleh lapisan bertepung. Jamur berkembang di atas permukaan daun. Permukaan yang lebih atas biasanya terinfeksi lebih dulu dan mungkin menyebar pada daun yang lebih rendah. Bagian daun yang tertular mungkin menguning dan berubah, terutama pada daun-daun muda. Infeksi yang tinggi menyebabkan kerontokan daun lebih dini. Buah yang terinfeksi mungkin pecah karena tidak dapat tumbuh normal.
Serangan pada bunga tampak jelas pada tangkai bunga yang menjadi berwarna putih. Proses pembuahan dapat gagal, bunga mati dan rontok. Pada buah muda jamur membentuk miselium putih. Buah dapat tetap kecil atau bentuknya agak berubah. Kelak permukaan buah yang terserang akan berwarna coklat dan kasar (Russeting; ”Nyawo”, Jw., seperti buah sawo) sehingga harganya sangat berkurang. Penyakit juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman muda dipembibitan.

Penyebab penyakit
Embun tepung pada apel disebabkan oleh Podoshpaeria leucotricha (Ell. et Ev.) Salm., yang juga disebut sebagai Oidium farinosum Cke. Jamur mempunyai miseluim yang tedapat pada permukaan jaringan tanaman yang membentuk jaringan haustorium (alat penghisap) yang membentuk agak membulat, masuk kedalam sel-sel epidermis. Miselium membentuk konidiofor seperti tabung yang diujungnya membentuk konidium secara berantai. Konidium seperti tabung pendek sampai agak bulat, hialin, berukuran 21-31×13-18 µm.
Di daerah tropika jamur tidak membentuk tubuh buah. Di daerah beriklim sedang diketahui bahwa jamur membentuk tubuh buah kleistotesium (Sastrahidayat, 1984) yang mungkin juga berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri terhadap keadaan yang kurang baik. Kleistotesium bulat, hitam, sebagian tertanam dalam miseluim dengan garis tengah 75-96 µm. Pada permukaan kleistotesium terdapat dua macam rambut, yaitu panjang dan kaku, serta yang pendek dan beliku-liku. Tiap kleistotesium hanya berisi satu askus, berukuran 55-70×40-50 µm. Askus berisi 8 askospora. Yang masing-masing berukuran 20-26×12-14 µm. P. leucotricha adalah parasit obligat yang hanya dapat hidup bila memarasit jaringan yang hidup.

Siklus hidup penyakit
Di Indonesia jamur mempertahankan diri dengan mudah karena pada setiap musim selalu terdapat daun apel yang segar. Para petani melaksanakan defoliasi tidak bersama-sama agar dapat memperoleh buah sepanjang tahun. Dengan demikian infeksi selalu ada, pada waktu tidak ada daun, jamur bertahan pada sisi-sisi kuncup, dan dari sini akan menyerang daun muda yang berkembang dari kuncup itu.
Menurut Sastrahidayat (1984) konidiofor umumnya mulai membentuk konidium pada pukul 15:00. Pukul 06:00 pagi berikutnya konidium membentuk rantai terpanjang. Konidum mulai dipencarkan pada pukul 09:00, dengan pemancaran maksimum antara pukul 12:00 – 13:00. Konidium di pencarkan oleh angin. Konidium yang jatuh pada daun muda mulai berkecambah setelah 6 jam, dan setelah 96 jam sudah dapat membentuk  konidium baru.
(Sastrahidayat, 1984)

Pengaruh Hama dan Penyakit Terhadap Produksi Komoditas
            Presentase hama dan penyakit di lahan tidak mempengaruhi produksi komoditas apel, kubis, jagung, serta bawang. Menurut Bapak Mujiono, populasi hama dan penyakit yang menyerang masih dapat di kendalikan dengan menggunakan pestisida. Sehingga keberadaan hama dan penyakit yang menyerang tidak mempengaruhi hasil produksi budidaya di lahan beliau.
Penggunaan Pestisida
-          Alami
a.       Daun Beracun (Gindi)
b.      Buah Gadung
Bahan: Daun mimba,Umbi gadung,Detergen,Air
Alat: Timbangan Alat penumbuk Tempat pencampuran Pengaduk Saringan.
Cara Pembuatan:
a)      Tumbuk halus 1 kg daun mimba dan 2 buah umbi gadung racun, tambah dengan 20 liter air + 10 g detergen, aduk sampai rata
b)      Diamkan rendaman tersebut selama semalam.
c)      Saring larutan hasil rendaman dengan kain halus.
d)     Semprotkan larutan hasil penyaringan ke pertanaman.
c.       Biji Mahoni
Larutan hasil perasan biji mahoni dengan konsentrasi 3% sangat efektif untuk mengendalikan kutu daun. Larutan ini dibuat dengan cara mencampurkan 3 gram biji mahoni dalam 100 ml air, kemudian dihaluskan dengan blender. Cairan ini kemudian disaring dan dapat disemprotkan pada daun krisan yang terserang. Tingkat mortalitas yang dihasilkan bisa mencapai 90% lebih pada hari keempat setelah aplikasi.

-          Kimia
a.       Fungisida
·         Dakonil 75 WP
Digunakan untuk memberantas penyakit embun tepung pada daun apel. Dosis penggunaan 10sendok. Harga produk Rp 70.000,00


b.      Insektisida
·         Buldok 25  EC
Digunakan untuk membasmi hama wereng coklat. Dosis penggunaan yaitu 200cc dan harga produk Rp 85.000,00




4.5 Pemasaran Komoditas Yang Ditanam Oleh Petani
            Jenis komoditas yang ditanam oleh Bapak Mujiono yang meliputi tanaman apel, kubis, bawang prei, sawi, jagung dan nangka ini memiliki jangkauan pemasaran yang tidak seberapa luas. Hal ini karena diantara jenis komoditi yang beliau tanam seperti jagung dan nangka, ditanam hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau lebih spesifiknya ialah hanya untuk dikonsumsi sendiri bersama keluarganya.
            Disamping itu, pada saat musim panen untuk jenis komoditi tanaman apel, kubis, bawang prei dan sawi, hasil panen Bapak Mujiono langsung diminta oleh tengkulak sehingga dari aspek pemasarannyapun sempit yaitu cukup pada tengkulak saja yang oleh pihak tengkulak hasil panen tersebut dipasarkan kepada penjual-penjual eceran atau usaha kecil yang harga jualnya ialah hampir 100% mengambil harga awal yang diberikan oleh Bapak Mujiono.
            Hal ini terjadi karena menurut Bapak Mujiono, beliau belum mampu memasarkan hasil panennya sendiri dikarenakan kurang keterampilan pemasaran yang jauh dari jangkauannya. Selain itu Bapak Mujiono juga mengatakan bahwa pada saat musim panen beliau memang benar-benar membutuhkan uang segera sehingga pemikiran untuk memasarkan hasil panennya sendiri juga tampak dirasanya sangat sulit.

4.6 Biaya yang Dikeluarkan dan Keuntungan Produksi
Penggunaan pupuk kandang dan pestisida kimia sendiri juga mengeluarkan biaya, untuk pupuk kandang biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 25.000,- sampai Rp 30.000,- setiap pemberian pupuk sedangkan untuk penggunaan pestisida kimia jenis blue dog biaya yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 85.000,- per botol dan untuk jenis dakonil sebesar Rp 70.000.-. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh Bapak Mujiono dari semua jenis komoditi yang dia tanam meliputi jagung, nangka, sawi, kubis, bawang prei, dan apel umumnya membutuhkan biaya sebesar Rp. 1.500.000,00
            Pada saat musim panen Bapak Mujiono memperoleh penerimaan dari hasil panennya umumnya sebesar Rp. 10.000.000,00 hingga Rp. 15.000.000,00. Penerimaan yang diperoleh Bapak Mujiono yang sebesar itu memberikan keuntungan yang cukup memuaskan bagi Bapak Mujiono untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Selain itu, penerimaan sebesar itu juga mampu membuat Bapak mujiono kembali modal dan cukup untuk membayar upah para pegawainya.
            Selama Bapak Mujiono menjadi petani, beliau mengatakan bahwa pernah satu kali beliau mengalami kerugian yaitu dari modal sebesar Rp. 1.500.000,00 beliau mendapatkan penerimaan yang sangat rendah sebesar Rp. 2.000.000,00. Namun kerugian yang sangat drastis itu hanya terjadi sekali dan sampai saat ini beliau masih puas dan bhkan sangat puas dengan hasil panennya yang memberikan keuntungan cukup bagi Bapak Mujiono dan keluarga.



















BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan minggu lalu dapat disimpulkan bahwa jenis tanaman yang dibudidayaka oleh Bapak Mujiono di Tegal seluas 40 m2  adalah apel, kubis, bawang prei, sawi, dengan menggunakan sistem polikultur. Dalam melakukan aktivitas pertanian Bapak Mujiono  mempunyai kepercayaan atau adat istiadat yaitu didasarkan pada tanggal dan tahun tertentu. Jika paada waktu tanggal muda menanam komoditas pertanian atau yang dikenal dengan sebutan “Bumi Ke atas” maka tanaman akan cepat tumbuh. Selain itu, perkiraan cuaca juga menjadi kepercayaan dalam menentukan komoditas apa yang akan ditanam. Masyarakat Gubuk Klakah kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang mempunyai kelompok tani yang sifatnya berbagi pengalaman antara satu petani dengan petani lainnya. Kelompok tani tersebut diketuai oleh Bapak miskan yang menjadi panutan bagi masyarakat dalam pengelolaan usaha tani. Selain itu kelompok tani tersebut bekerja sama dengan Bank sehingga dapat melakukan simpan pinjam pada Bank tersebut.
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh Bapak Mujiono dari semua jenis komoditi yang dia tanam meliputi jagung, nangka, sawi, kubis, bawang prei, dan apel umumnya membutuhkan biaya sebesar Rp. 1.500.000,00. Pada saat musim panen Bapak Mujiono memperoleh penerimaan dari hasil panennya umumnya sebesar Rp. 10.000.000,00 hingga Rp. 15.000.000,00.

5.2 Kritik dan Saran
            Sebaiknya pengaturan jarak tanam pada tanam apel dan sayuran lebih diperlebar agar tanaman tidak mudah terserang hama maupun penyakit serta tidak terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara. Selain itu, seharusnya penggunaan pestisida pada tanaman perlu dikurangi supaya tanaman bisa tumbuh dengan normal.


DAFTAR PUSTAKA

Anonymousa. 2012. Penyakit Tanaman. Online [http://agrimaniax.blogspot.com/2010/penyakit-tanaman.html]. Diakses pada 30 Mei 2012
Anonymousb. 2012. Adat dan Kepercayaan Masyarakat. (Online). http://nophitaputri.blog.fisip.uns.ac.id. Diakses pada 1 Juni 2012
Anonymousc. 2012. Peramalan Cuaca Tradisional. http://www.smallcrab.com. (Online). Diakses pada 2 Juni 2012 
Anonymousd. 2012.  Melacak Asal Usul Pranoto Mongso.(Online). http://manshuralkaf.wordpress.com. Diakses pada 2 Juni 2012
Arrahman. 2011. Resensi Hasil Teknologi Pengendalian Hama Kumbang Bubuk pada Tanaman Jagung. Politeknik Pertanian Negeri: Pangkep
Basukriadi, A. 2003. Pengendalian hayati. http://ebook.ut.ac.id, diakses tanggal 2 Juni 2012
Djafaruddin. 2007. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman. PT Bumi Aksara: Jakarta
Dinas Pertanian Kabupaten Wonosobo. 2006. Pestisida Alami dan Buatan untuk Tanaman. Dinas Pertanian Kabupaten Wonosobo. Wonosobo
Dr. Baehaki Suherlan Effendi - Penulis adalah Peneliti di Balitpa Sukamandi - Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 5 Juli 2006
Harahap, Z. dan T.S. Silitonga. 1993. Perbaikan varietas padi. Dalam Buku Padi 2. Badan Pertanian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. hlm. 335-375.
Makarim, A.K., I.N. Widiarta, Hendarsih, S., dan S. Abdulrachman. 2003. Petunjuk  Teknis Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara Terpadu. Departemen Pertanian;
Matnawy. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius: Yogyakarta
Meliantari, Dian. 2012. Polikultur dan Jenis-jenisnya. (Online) http://dianmeliantari.edublogs.org. Diakses pada 2 Juni 2012

Mudjiono,. Rahardjo & Himawan. 1991. Hama –Hama Penting Tanaman Pangan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya: Malang
Muhidin. 1993. Dasar Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Muhammadiyah: Malang
Painter, R.H. 1958. Resistance of Plants to Insect. Annual review of entomology 3: 267 – 290
Sastrahidayat, I.R. 1978. Survey penyakit tepung pada apel di daerah Batu. Dept.perlindungan tanaman. F.P Univ. Brawijaya. Malang
Serambi. 2011. Pengaturan Pola Tanam dan Pengolahan Tanah. http://planthospital.blogspot.com/2011/11/cropping-pattern.html, diakses tanggal 2 Juni 2012
Soekirman,dkk.2007.Sistem Pertanian Monokultur.http://wihans.info/blog/sistem-pertanian-polikultur, diakses tanggal 2 Juni 2012
Stakmann & Harrar. 1957. Plant Protection. A.V.C. Comm: Australia
Suniarsyih, N. S, 2009. Pengendalian hama penyakit dan gulma secara terpadu (PHPT). http://wibowo19.wordpress.com/2009/01/18/pengendalian-hama-penyakit-dan-gulma-secara-terpadu-phpt/, diakses tanggal 2 Juni 2012
Supriati, Y., Y. Yulia dan I. Nurlela, 2008. Taman Sayur + 19 Desain Menarik. Penebar Swadaya. Jakarta
Teetes, G.L. 1996. Keragaman Genetik Sorgum. Sorghum bicolar (L) Monech, sumber plasma nutfah tahan hama. XX int’Icoong. Firenze: Italia
Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wiyono, S. 2007. Perubahan iklim dan ledakan hama dan penyakit tanaman.http://www.deptan.go.id/setjen/humas/berita/Serangan%20OPT.htm, diakses tanggal 2 Juni 2012