LAPORAN FIELDTRIP
DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
di Desa Gubuk Klakah, Poncokusumo, Kab.Malang
Disusun Oleh :
Kelompok H2
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
KELOMPOK H2
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
1. Renata Dio Rani 115040101111087
2. Nadya
Febrianti 115040101111113
3. Aida Dinni
I 115040101111100
4. Iga Tyanita
Duani 115040101111126
5. Nur Izzatul
K 115040101111139
6. Ulivia
Ristiana 115040101111152
7.
Vika Sari 115040101111165
8.
Sri
Rohmawanti 115040101111178
9.
Indri
Srivany Y.B 115040101111191
10.
Siti Khofifatul Isriyah 115040101111204
11.
Lia Kurnia Sari 115040101111217
12.
Zhammami Dwi P 115040101111230
13.
Sugeng Trimawan 115040102111005
14.
Eka Putri Kurnia Sari 115040107111011
15.
Ahmad Faris Syafi'I 115040113111012
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Laporan Hasil Survei Poncokusumo”.
Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas dari praktikum mata kuliah Manajemen
Agribisnis. Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang
telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Malang,
02 Juni 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2 Tujuan........................................................................................................... 1
1.3 Manfaat.......................................................................................................... 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3
2.1
Definisi Hama................................................................................................ 3
2.2
Definisi Penyakit........................................................................................... 3
2.3
Definisi Varietas Tahan................................................................................. 4
2.4 Pengendalian terhadap Populasi Hama dan Penyakit (
Biologis, Hayati, Kimia daan Mekanik) 4
2.4.1 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan secara
Biologi.......................... 4
2.4.2 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Secara
Hayati.......................... 5
2.4.3 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan cara
Kimiawi........................... 6
2.4.4 Pengendalian Hama dan Penyakit dengan dilakukan
secara Fisik dan mekanik 6
2.5 Macam-macam Sistem Budidaya Tanaman pada Lahan............................... 7
2.5.1 Monokultur................................................................................................. 7
2.5.2 Polikultur.................................................................................................... 8
2.5.3 Agroforestry............................................................................................... 9
2.6 Perbedaan Lahan Sawah, Lahan Tegal, Lahan
Pekarangan.......................... 9
2.7 Macam-Macam
Pupuk dan Pestisida yang Digunakan Petani...................... 10
2.8 Kearifan Lokal............................................................................................... 12
2.9
Kelembagaan................................................................................................. 15
BAB III
METODOLOGI................................................................................. 17
3.2
Alat dan Bahan.............................................................................................. 17
3.3
Alur Kerja...................................................................................................... 17
BAB IV HASIL.................................................................................................. 18
4.1
Latar Belakang Petani.................................................................................... 18
4.2
Jenis Lahan dan Tanaman Budidaya atau Komoditas yang ditanam oleh Petani
(meliputi sejarah lahan, luas lahan,
tujuan buidaya komoditas yang ditanam
dan penggunaan varietas tahan) 19
4.3 Sistem Budidaya
Petani................................................................................. 19
4.4
Pengendalian Hama dan Penyakit yang Dilakukan Oleh Petani................... 20
4.4.1
Hama dan Penyakit yang Ditemukan dan Pengaruh Terhadap Produksi 20
4.5
Pemasaran Komoditas Yang Ditanam Oleh Petani....................................... 28
4.6 Biaya yang Dikeluarkan dan Keuntungan Produksi...................................... 28
BAB V
PENUTUP............................................................................................ 30
5.1
Kesimpulan.................................................................................................... 30
5.2
Kritik dan Saran............................................................................................. 30
Daftar
Pustaka................................................................................................... 31
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan dalam budidaya
tanaman sangat di pengaruhi oleh populasi hama dan penyakit yang menyerang. Populasi hama dan penyakit
yang menyerang tanaman budidaya
dapat ditekan oleh hidupnya organisme-organisme yang termasuk dalam kelas
serangga yang berperan sebagai musuh alami diantaranya terkelompok sebagai
parasitoid, pathogen dan predator. Ada beberapa serangga yang menguntungkan,
laba-laba dan pathogen yang menyerang serangga hama. Spesies-spesies yang
menguntungkan tersebut sering mengontrol serangan hama, khususnya pada
tempat-tempat yang bebas atau terhindar dari pengaruh penggunaan pestisida.
Tanpa adanya spesies-spesies yang menguntungkan ini serangga hama akan
perbanyakan dengan cepat yang secara lengkap akan menghabiskan tanaman budidaya
di lahan.
Pada umumnya petani lebih
memilih cara yang lebih praktis dalam pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang tanaman mereka, yaitu menggunakan pestisida, baik pestisida alami
maupun sintetis. Cara ini dirasa dapat mengurangi jumlah populasi hama dan
penyakit yang menyerang dengan waktu yang relatif singkat.
Keberadaan hama dan penyakit
sendiri dapat di tekan dengan sistem pertanaman polikultur atau tumpang sari.
Sistem ini lebih dapat menekan populasi hama dan penyakit dibandingkan dengan
sistem monokultur (menanam hanya dengan satu jenis tanaman). Selanjutnya akan
di bahas lebih lanjut mengenai semua aspek dalam budidaya berdasarkan hasil
observasi di lahan pertanian.
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui cara pembudidayaan tanaman monokultur dan polikultur
2.
Mengetahui hama dan penyakit yang ditemui di lahan.
3.
Mengetahui Jenis tanaman apa saja yang terdapat di lahan.
4.
Mengetahui penggunaan pupuk dan pestisida
5.Mengetahui
cara sistem budidaya pada tanaman tersebut.
1.3 Manfaat
1. Kita menjadi
mengetahui cara pembudidayaan tanaman monokultur dan polikultur.
2.
Kita dapat mengetahui hama dan penyakit yang ditemui di lahan.
3.
Kita dapat menjadi tahu tanaman apa saja yang terdapat di lahan.
4.
Kita menjadi mengetahui penggunaan pupuk dan pestisida.
5.
Kita menjadi tahu cara budidaya tanaman yang ada dalam lahan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi Hama
· Hama
adalah jasad pengganggu yang merupakan sejenis makhluk hidup yang termasuk
dalam kelompok hewan atau binatang.
(Djafaruddin,
2007)
· Hama
merupakan binatang yang merusak tanaman sehingga menyebabkan kerugian ekonomi
karena menurunkan produksi tanaman, baik secara kuantitas maupun kualitas.
(Matnawy,
1989)
·
Pests
is a cause of
plant damage that can be viewed using the five senses
Hama adalah suatu
penyebab kerusakan tanaman yang dapat dilihat dengan menggunakan panca indera.
(Mudjiono
et all, 1991)
2.2 Definisi Penyakit
·
Penyakit adalah kelainan
proses fisiologi tumbuhan yang disebabkan oleh faktor abiotik, biotik atau
keduanya yang menyebabkan perubahan morfologi tumbuhan (disebut gejala) sampai
menimbulkan kerusakan ekonomis.
(Muhidin,
2010)
·
Penyakit ialah suatu
penyimpangan yang cukup tegas, tetap atau permanen dari tumbuhan dan struktur
yang normal pada tanaman, hingga menimbulkan gejala yang dapat dilihat, yang
merugikan terhadap mutu dan menurunkan nilai ekonomis tanaman tersebut.
(Stakmann
dan Harrar, 1957)
·
Plant disease is an
important of normal state of plant that interrupt of modifies its vital
function.
Penyakit tanaman adalah
salah satu kerusakan yang mengubah fungsi vital suatu organ tanaman.
(Anonymous,
2012)
2.3 Definisi Varietas
Tahan
·
Varietas tahan
merupakan salah satu komponen teknologi alternatif dalam menekan serangan hama.
(Arrahman,
2011)
·
Varietas tahan adalah
ketahanan tanaman pada serangga meliputi semua ciri dan sifat tanaman yang
memungkinkan tanaman terhindar, mempunyai daya tahan atau daya sembuh dari
serangga dalam kondisi yang akan menyebabkan kerusakan lebih besar pada tanaman
lain dari spesies yang sama.
(Painter,
1958)
·
Resistant varieties is
the ability of plants to reproduce better than other crops compared to other
crops with similiar pests population levels.
Varietas tahan
merupakan kemampuan tanaman untuk bereproduksi dibandingkan tanaman lain dengan
tingkat populasi hama yang sama.
(Teetes,
1996)
2.4 Pengendalian terhadap Populasi Hama dan Penyakit (
Biologis, Hayati, Kimia daan Mekanik)
2.4.1
Pengendalian Hama dan Penyakit dengan secara Biologi
Penggunaan musuh alami serangga hama berupa predator
dan parasitoid (parasit serangga hama) telah lama dilakukan, tetapi
keberhasilanya belum optimal, dan pada umumnya digunakan untuk pengendalian
hama, sedangkan untuk pengendalian penyakit masih belum banyak dilakukan.
Predator serangga hama adalah mahluk hidup yang secara
aktif memangsa serangga hama. Pada umumnya ukuran predator lebih besar dari
serangga hama. Parasitoid (parasit serangga hama) adalah mahluk hidup / agensia
hidup dalam melakukan siklus hidupnya dengan memanfaatkan serangga hama baik
secara langsung maupun melalui telur serangga hama (pasitoid telur). Parasitoid
biasanya berukuran lebih kecil dari serangga hama walaupun tidak seratus
persen. Parasitoid akan masuk kedalam tubuh serangga hama dan berkembang biak
didalam tubuh serangga tersebut.
Penggunaan predator berupa laba-laba dan jamur
Metarizium untuk pengendalian wereng coklat telah dilaporkan tingkat
keberhasilannya, tetapi keberhasilan tersebut masih dalam tingkat penelitian di
laboratorium atau dirumah kaca. Sedangkan dilapangan belum mencapai
keberhasilan yang optimal, karena berbagai faktor yang menghalangi perkembangan
predator dan parasitoid tersebut. Misalnya parasitoid yang berupa mikro
organisme sangat rentan terhadap perubahan faktor iklim. Sehingga kehidupannya
akan cepat terganggu jika terjadi perubahan suhu atau kelembaban udara.
Demikian juga serangga parasitoid yang menempatkan telurnya pada inangnya
berupa hama tanaman. Efektifitasnya akan terlihat jika populasi hama tanaman
lebih tinggi dari populasi parasitoid, dan pada saat itulah parasitoid akan
bekerja menekan perkembangan populasi hama.
(Makarim,dkk., 2003)
2.4.2
Pengendalian Hama dan Penyakit dengan Secara Hayati
Pengendalian hayati adalah pengendalian semua makhluk
hidup yang dianggap sebagai OPT dengan cara memanfaatkan musuh alami,
memanipulasi inang, lingkungan atau
musuh alami itu sendiri. Pengendalian hayati bersifat ekologis dan
berkelanjutan. Ekologis berarti pengendalian hayati harus dilakukan melalui
pengelolaan ekosistem pertanian secara efisien dengan sedikit mungkin
mendatangkan akibat samping negatif bagi lingkungan hidup. Sedangkan
berkelanjutan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bertahan dan menjaga
upaya agar tidak merosot atau menjaga agar suatu upaya terus berlangsung
(Basukriadi, 2003).
Pengendalian hayati sebagai komponen pengendalian hama
terpadu sejalan dengan definisi sebagai cara pendekatan atau cara berfikir
tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan
efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan
lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT sejalan dengan
paradigma pembangunan agribisnis.
(Suniarsyih, 2009).
Pengendalian hayati memiliki arti khusus, karena pada
umumnya beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak
membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan banyak
input luar. Pengendalian ini secara terpadu diharapkan dapat menciptakan
kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme penyebab penyakit atau
mengganggu siklus hidupnya.
(Untung, 2001).
2.4.3
Pengendalian Hama dan Penyakit dengan cara Kimiawi
Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan
penyakit sangat jelas tingkat keberhasilannya. Penggunaan pestisida kimia
merupakan usaha pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak dikuti dengan
tepat penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jenis dan
tepat konsentrasi. Keadaan ini yang sering dinyatakan sebagai penyebabkan
peledakan populasi suatu hama . Karena itu, penggunaan pestisida kimia dalam
pengendalian hama dan patogen perlu dipertimbangkan, dengan memperhatikan
tingkat serangan, ambang ekonomi, pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan
manusia dan hewan.
( Dr. Baehaki, 2006)
2.4.4
Pengendalian Hama dan Penyakit dengan dilakukan secara Fisik dan mekanik
Pengendalian hama atau penyakit dengan cara ini
biasanya dilakukan pada usaha pertanian dalam skala kecil atau dalam rumah
kawat atau rumah kaca. Pengendalian hama atau penyakit dengan fisik adalah
penggunaan panas dan pengaliran udara. Sedangkan mekanik adalah usaha
pengendalian dengan cara mencari jasad perusak tanaman, kemudian
memusnahkannya. Cara ini dapat dilakukan dengan tangan atau menggunakan alat
berupa perangkap.
Terkadang cara ini lebih efektif untuk menekan
populasi hama dan tentu saja dengan memperhatikan waktu dan tempat yang tepat.
Misalnya untuk mengendalikan hama ulat jengkal yang aktivitas hidupnya pada
siang hari hal ini akan efektif tetapi akan terasa berbeda apabila
mengendalikan hama ulat grayak/ ulat tanah secara fisik pada siang hari karena
ulat grayak / ulat tanah tidak akan ditemukan pada siang hari, demikian juga
untuk hama-hama yang lain. Juga perhatikan siklus dari serangga hama maksudnya
apabila anda ingin mengendalikan hama ulat tetapi saat ini siklusnya untuk
daerah tersebut sudah menjadi kupu-kupu atau ngengat, maka jangan berharap anda
bisa menemukan ulat yang anda maksud. Untuk itu kenali dahulu karakteristik dan
sifat dan siklus ddari serangga hama yang akan kita kendalikan secara fisik.
(Wiyono S., 2007)
2.5
Macam-macam Sistem Budidaya Tanaman pada Lahan
2.5.1
Monokultur
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu
cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu
areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di
dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial.
Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan
dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya
tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam. Kelemahan utamanya adalah
keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT,
seperti hama dan penyakit tanaman).
Cara budidaya ini biasanya dipertentangkan dengan
pertanaman campuran atau polikultur. Dalam polikultur, berbagai jenis tanaman
ditanam pada satu lahan, baik secara temporal (pada waktu berbeda) maupun spasial
(pada bagian lahan yang berbeda).
Pertanaman padi, jagung, atau gandum sejak dulu
bersifat monokultur karena memudahkan perawatan. Dalam setahun, misalnya, satu
lahan sawah ditanami hanya padi, tanpa variasi apa pun. Akibatnya hama atau
penyakit dapat bersintas dan menyerang tanaman pada periode penanaman
berikutnya. Pertanian pada masa kini biasanya menerapkan monokultur spasial
tetapi lahan ditanami oleh tanaman lain untuk musim tanam berikutnya untuk
memutus siklus hidup OPT sekaligus menjaga kesehatan tanah.
Istilah "monokultur" sekarang juga dipinjam
oleh bidang-bidang lainnya, seperti peternakan, kebudayaan (mengenai dominasi
jenis aliran musik tertentu), atau ilmu komputer (mengenai sekelompok komputer
yang menjalankan perangkat lunak yang sama).
2.5.2
Polikultur
Polikultur berasal dari kata poly yang artinya banyak
dan culture artinya tanaman. Secara harfiah polikultur berarti model pertanian
dengan banyak jenis tanaman pada lahan yang sama. Polikultur bukan berarti
model pertanian gado-gado atau juga bukan merupakan tumpang sari, karena model
tumpang sari hanya dikenal pada pertanian tanaman semusim. Model pertanian
polikultur berbasis pada tahapan dari tahun ke tahun kondisi ekosistem akan
lebih baik.
Tanaman yang dikembangkan dan kondisi alamnya akan
lebih sempurna dan stabil. Selain itu apabila tanaman kerasnya sudah mencapai
usia maksimal dan tidak produktif lagi, diameter batangnya sudah sangat besar
maka akan menguntungkan petani untuk menebang dan menjual kayunya yang tentunya
bernilai ekonomis sangat tinggi.
(Soekirman, Dkk, 2007)
2.5.3
Agroforestry
Hudges (2000) dan Koppelman dkk.,(1996) mendefinisikan
Agroforestry sebagai bentuk menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon
secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam
sistem yang bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi.
Secara sederhana adalah menanam pohon dalam sistem pertanian. (dikutip oleh
Sa’ad, 2002)
2.6 Perbedaan Lahan
Sawah, Lahan Tegal, Lahan Pekarangan
Lahan sawah
Lahan sawah adalah lahan pertanian yang
berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan /
menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana
diperolehnya atau status lahan tersebut. Termasuk disini lahan yang terdaftar di
Pajak Hasil Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan
bengkok, lahan serobotan, lahan rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan
baru. Lahan sawah mencakup pengairan, tadah hujan, sawah pasang surut,
rembesan, lebah dan lain sebagainya.
Lahan Tegal
Tegal adalah lahan bukan sawah (lahan kering) yang ditanami
tanaman semusim atau tahunan dan terpisah dengan halaman sekitar rumah serta
penggunaannya tidak berpindah-pindah. Lahan yang dibiarkan kosong kurang
dari satu tahun (menunggu masa penanaman yang akan datang), dianggap sebagai
kebun/tegal apabila hendak ditanami tanaman musiman/tahunan atau dianggap
sebagai lahan perkebunan apabila akan ditanami tanaman perkebunan.
Lahan Pekarangan
Lahan
pekarangan adalah lahan terbuka yang terdapat di sekitar rumah tinggal. Lahan
ini jika dipelihara dengan baik akan memberikan lingkungan yang menarik nyaman
dan sehat serta menyenangkan sehingga membuat kita betah tinggal di rumah.
Pekarangan rumah kita dapat kita manfaatkan sesuai dengan selera dan keinginan
kita. Misalnya dengan menanam tanaman produktif seperti tanaman hias, buah,
sayuran, rempah-rempah dan obat-obatan. Dengan menanam tanaman produktif di
pekarangan akan memberi keuntungan ganda, salah satunya adalah kepuasan jasmani
dan rohani.
(Supriati,
2008)
2.7 Macam-Macam
Pupuk dan Pestisida yang Digunakan Petani
Pupuk adalah
bahan pengubah sifat biologi tanah supaya menjadi lebih baik. Pupuk selain
berfungsi menggemburkan tanah juga untuk mebantu pertumbuhan tanaman. Pupuk
dalam pengertian khusus mengandung bahan hara (urea) nitrogen. Macam-macam
pupuk yaitu :
·
Pupuk
Organik
Pupuk
organik adalah pupuk yang dibuat dari bahan-bahan yang bersifat alami atau
organik dan tidak mengandung bahan kimia sintetik. Pupuk organik sendiri ada
beberapa macam, diantaranya :
-
Pupuk kandang : pupuk
yang terbuat dari kotoran hewan.
-
Kompos : Pupuk yang terbuat dari sisa-sisa
tanaman.
·
Pupuk
kimia
Pupuk
kimia adalah pupuk yang dibuat secara kimia atau juga sering disebut dengan
pupuk buatan. Pupuk kimia bisa dibedakan menjadi pupuk kimia tunggal dan pupuk
kimia majemuk.
Pestisida adalah bahan yang digunakan
untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama
ini berasal dari pest (“hama”) yang diberi akhiran -cide
(“pembasmi”). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma,
burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida
biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida
seringkali disebut sebagai “racun”.
Pestisida
adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah
sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya
seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan. Macam-macam Pestisida yaitu:
·
Pestisida Kimiawi
Pengendalian hama secara kimiawi merupakan pengendalian hama dengan
menggunakan zat kimia. Pengendalian hama ini biasa dilakukan dengan
penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian hama ini sering
dilakukan oleh petani. Olehnya itu pengendalaian hama secara kimiawi sering
dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan hama dan penyakit. Permasalahan yang
terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan pengendalian hama dan
penyakit dengan cara kimiawi yakni dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan petani akan interaksi tanaman dan musuh-musuh alaminya.
Seiring berkembangnya metode pengendalan hama, ada beberapa macam pestisida,
yakni :
a. Fungisida : pengendali cendawan
b. Insektisida : pengendali serangga
c. Herbisida : pengendali gulma
d. Nematisida : pengendali nematoda
e. Akarisida : pengendali tungau
f. Ovarisida : pengendali telur
serangga dan telur tungau
g. Bakterisida : pengendali bakteri
h. Larvasida : pengendali larva
i.
Rodentisida :
pengendali tikus
j.
Avisida : pengedali burung
k. Mollussida : pengendali bekicot
l.
Sterillant : pemandul.
·
Pestisida
Alami
Pestisida
alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Jenis
pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan
lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak, karena residunya mudah
hilang. Pestisida alami di bagi menjadi 2 yaitu :
-
Pestisida Botani
-
Pestisida Biologi
a. Kepercayaan/Adat Istiadat
·
Pengertian adat secara umum
Kata kebudayaan dalam istilah inggris adalah “culture” yang
berasal dari bahasa latin “colere”yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama
mengolah tanah atau pertanian. Dari pengertian ini kemudian berkembang menjadi
“culture”. Istilah “culture” sebagai istilah teknis dalam penulisan oleh ahli
antropologi inggris yang bernama Edwar B. Tylor mengatakan bahwa “culture”
berarti “complex whole of ideas and thinks produced by men in their historical
experlence”. Sesudah itu pengertian kultur berkembang terus dikalangan
antroplogi dunia. Sebagai istilah umum “culture” mempunyai arti, kesopanan,
kebudayaan, pemeliharaan atau perkembangan dan pembiakan.
Bahasa Indonesia sendiri mempunyai istilah budaya yang
hampir sama dengan culture, dengan arti kata, kata kebudayaan yang dipergunakan
dalam bahasa Indonesia bukanlah merupakan terjemahan dari kata “culture”.
Kebudayaan berasal dari kata sansekerta “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak
dari kata budhi. Budhi berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kata
buddhayah (budaya) yang mendapatkan awalan ke- dan akhiran –an, mempunyai arti
“hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. Berdasarkan dari asal usul
kata ini maka kebudayaan berarti hal-hal yang merupakan hasil dari akal manusia
dan budinya. Hasil dari akal dan budi manusia itu berupa tiga wujud, yaitu
wujud ideal, wujud kelakuan, dan wujud kebendaan.
Sedangkan Koencaraningrat membicarakan kedudukan adat dalam
konsepsi kebudayaan. Menurut tafsirannya adat merupakan perwujudan ideal dari
kebudayaan. Adat dibaginya atas empat tingkat, yaitu tingkat nilai budaya, tingkat
norma-norma, tingkat hukum dan tingkat aturan khusus. Adat yang berada pada
tingkat nilai budaya bersifat sangat abstrak, ia merupakan ide-ide yang
mengkonsesikan hal-hal yang paling berniali dalam kehidupan suatu masyarakat.
Seperti nilai gotong royong dalam masyarakat Indonesia.
Adat pada tingkat norma-norma merupakan nilai-nilai budaya
yang telah terkait kepada peran-peran tertentu (roles), peran sebagai pemimpin,
peran sebagai guru membawakan sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi
kelakuannya dalam hal memainkan peranannya dalam berbagai kedudukan tersebut.
Selanjutnya adat pada tingkat aturan-aturan yang mengatur kegiatan khusus yang
jelas terbatas ruang lingkupnya pada sopan santun. Akhirnya adat pada tingkat
hukum terdiri dari hukum tertulis dan hukum adat yang tidak tertulis.
·
Pengertian Adat secara
Khusus
Adat adalah aturan,
kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang
dinggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di
Indonesia aturan – aturan tentang kehidupan manusia tersebut menjadi aturan
yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan
masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara yang mampu mengendalikan perilaku
warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga dan peranan tokoh adat yang
menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting. Adat merupakan
norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat mengikat sehingga angota
masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menderita, karena sanksi sangat
keras yang keras yang kadang secara tidak langsung dikenakan.
·
Pengertian Kepercayaan
Kepercayaan dalam bahasa inggrisnya dinamakan “trust or
believe” ini merupakan suatu bentuk nyata dalam kehidupan dimana menjadi
berharga dari intan berlian sekalipun. Agama pun mengajarkan pentingnya
kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa atau Allah SWT. Ini esensi penting dalam
beragama karena tanpa ini maka keimanan seseorang diragukan. Orang yang tidak
mempercayai Tuhan adalah atheis. Dimanapun kita berada kepercayaan mutlak
diperlukan. Kita bisa melihat tanpa adanya kepercayaan rakyat
pada pemimpin negara niscaya hancur. Memelihara kepercayaan itu sangatlah sulit
dan akan lebih mudah menodai kepercayaan karena semuanya kembali pada diri kita
masing-masing memilih pilihan yang mana yang akan menjadi jalan hidup kita?
b. Pranoto
Mongso
Pranata
mangsa adalah sistim ”penanggalan” khas petani Jawa, dimana pada setiap mangsa
ada ciri khas pada alam, yang bisa dipergunakan untuk pertanda bagi kegiatan
para petani. Pranata mangsa yang dalam satu tahun terdiri atas dua belas
mangsa, penghitungannya berdasar bayang bayang orang yang berdiri tegak dari
cahaya matahari di tengah hari, dengan ketentuan awal mangsa kesatu (kasa)
adalah bila panjang bayang bayang sebesar 4 “pecak” disebelah selatan
.(Satu pecak adalah sepanjang telapak kaki, dari tumit sampai ujung ibu jari
kaki). Selanjutnya pergantian mangsa terjadi berturut turut, saat panjang
bayang bayang, di tengah hari sepanjang 3 pecak, dua pecak, satu pecak , tanpa
bayang bayang, kemudian satu pecak di utara, dua pecak di utara, satu pecak di
utara lalu kembali tanpa bayang bayang kemudian membesar terus keselatan sampai
kembali 4 pecak di Selatan.
Kegiatan
peramalan cuaca dan iklim sudah ada sejak kerajaan Hindu, khususnya di Pulau
Jawa yaitu berupa “pranata mangsa”, yang seringkali disebut prakiraan
tradisional. Petani menggunakan tanda-tanda fenomena alam atau yang seringkali
disebut gejala-gejala alam dalam memprakirakan kapan musim hujan mulai, kapan
musim hujan berhenti. Kemarau panjang pun dapat diketahui dengan indikator
pranata mangsa. Tumbuhnya batang umbi gadung (Dioscorea hispide Dennst) sebagai
contoh, merupakan indikator kurang lebih 50 hari ke depan musim hujan mulai.
Berbunyinya tonggeret (Tibicen Sp) merupakan indikator musim kemarau sudah
dekat. Masyarakat Sulawesi Selatan dan Lombok Selatan juga mempunyai indikator
terjadinya kemarau panjang. Sayangnya penggunaan pranata mangsa saat ini mulai
ditinggalkan oleh petani.
Pranata
mangsa merupakan cara tradisional masyarakat Jawa dalam memprediksi cuaca dan
iklim sudah ada sejak dulu, yang berdasar pada kejadian-kejadian alam, sehingga
pengguna cara ini harus “ingat” ( dalam bahasa Jawa: titen), kapan harus
menanam dan memanen. Tingkat akurasi prediksi tradisional saat ini seringkali
bias, seiring dengan hilangnya beberapa indikator alam akibat kerusakan alam.
Penggunaan metode tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Sebagian
orang masih menggunakan metode ini hanya sebagai primbon dan nuansa “klenik”
lebih dominan.
2.9 Kelembagaan
} Menurut Koentjaraningrat
(1964), lembaga kemasyarakatan/lembaga sosial atau pranata sosial adalah
suatu sistim norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola
mantap guna memenuhi suatu kebutuhan khusus dari manusia dalam kehidupan
masyarakat
} Soekanto (2003) mendefinisikan lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan
dari norma-norma segala tindakan berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia di
dalam kehidupan masyarakat.
} Rahardjo (1999) menyatakan bahwa kelembagaan sosial (social
institution) secara ringkas dapat diartikan sebagai kompleks norma-norma
atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat
penting dalam masyarakat, merupakan wadah dan perwujudan yang lebih konkret
dari kultur dan struktur.
} Berdasarkan pada beberapa
pengertian tadi , dapat dipahami bahwa kelembagaan pertanian adalah “norma
atau kebiasaan yang terstruktur dan terpola serta dipraktekkan terus menerus
untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat yang terkait erat dengan
penghidupan dari bidang pertanian di pedesaan”.
BAB III
METODOLOGI
3.1.
Alat
dan Bahan
·
Bolpoin : untuk mencatat hasil
wawancara.
·
Buku dan kuisioner : untuk mencatat hasil wawancara.
·
Kamera : untuk dokumentasi.
3.4 Alur Kerja
Siapkan alat dan bahan
Cari salah satu lahan
petani
Perkenalan dengan
Narasumber
(Petani atau pemilik
lahan)
Mulai Wawancara
Catat Hasil Wawancara
Dokumentasi setiap
tanaman dan hama yang ada
Buat laporan hasil
wawancara
BAB IV
HASIL
4.1
Latar Belakang Petani
Desa Gubuk Klakah kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang
terkenal dengan bermacam – macam komoditas yang dibudidayakan. Seperti apel,
kubis, bawang merah, bawang prei, sawi, nangka, dll. Tepatnya hari sabtu kami
melakukan wawancara dengan salah satu petani yang ada di Desa Gubuk Klakah
kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang yang bernama Bapak Mujiono. Salah satu
petani yang menanam komoditas apel, kubis, bawang prei, dan sawi. Dari menanam
komoditas tersebut, hasil produksi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari. Selain itu, juga dapat menunjang kebutuhan ekonomi keluarga.
Selain menjadi petani, bapak mujiono juga seorang peternak. Dulunya bapak
Mujiono memiliki 9 ekor sapi tetapi,
sapi tersebut harus dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup diwaktu gagal panen
karena bapak Mujiono pernah mengalami gagal panen dan menglami kerugian yang
sangat besar. Pada akhirnya sapi yang tersisa tinggal 2 ekor.
Dalam
melakukan aktivitas pertanian Bapak
Mujiono mempunyai kepercayaan atau adat
istiadat yaitu didasarkan pada tanggal dan tahun tertentu. Jika paada waktu
tanggal muda menanam komoditas pertanian atau yang dikenal dengan sebutan “
Bumi Ke atas” maka tanaman akan cepat tumbuh. Selain itu, perkiraan cuaca juga
menjadi kepercayaan dalam menentukan komoditas apa yang akan ditanam.
Masyarakat Gubuk Klakah kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang mempunyai
kelompok tani yang sifatnya berbagi pengalaman antara satu petani dengan petani
lainnya. Kelompok tani tersebut diketuai oleh Bapak miskan yang menjadi panutan
bagi masyarakat dalam pengelolaan usaha tani. Selain itu kelompok tani tersebut
bekerja sama dengan Bank sehingga dapat melakukan simpan pinjam pada Bank
tersebut.
4.2
Jenis Lahan dan Tanaman Budidaya atau Komoditas yang ditanam oleh Petani (meliputi
sejarah lahan, luas lahan, tujuan
buidaya komoditas yang ditanam dan
penggunaan varietas tahan)
Tegal
dengan luas 40m2 yang digunakan oleh Bapak Mujiono untuk bercocok
tanam tersebut merupakan lahan warisan dari orang tua beliau
dari tahun 1983 sampai saat ini. Sebelum lahan tersebut diwariskan kepada Bapak
Mujiono, orang tua beliau menanaminya dengan tanaman jagung, gandum, jeruk, dan
mangga. Namun setelah lahan tersebut diwariskan pada Bapak Mujiono, beliau
menanaminya dengan tanaman apel, kubis,
bawang pre, dan sawi. Selain itu Bapak Mujiono menanaminya dengan varietas
tahan, yaitu Kubis Grand II, sawi organik, bawang pre, apel red, apel manalagi,
dan jagung putih.
Tujuan
budidaya bapak Mujiono sendiri dengan tujuan seperti halnya petani pada
umumnya, yaitu untuk dijual dan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Akan tetapi ada juga yang dibudidayakan untuk dikonsumsi sendiri, misalnya
jagung putih. Jagung putih hasil budidaya tidak beliau jual, melainkan untuk di
konsumsi beliau dan keluarganya.
4.3
Sistem Budidaya Petani
System
budidaya yang digunakan oleh Bapak Mujiono adalah sistem Tumpang sari (intercropping dan
interplanting), yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan
dalam waktu yang sama dengan barisan-barisan teratur. Menurut
Beliau system ini dirasa dapat mengurangi serangan hama dan penyakit.
Gambaran sejarah lahan yang digunakan oleh
petani adalah merupakan lahan warisan/turunan keluarga (1983). Dimana
sebelumnya lahan digunakan untuk budidaya kebun jeruk, mangga, gandum dan
jagung. Dalam pengolahan tanah jenis lahan yang digunakan adalah lahan sawah
dan lahan tegal, dimana pengolahan kedua lahan ini berbeda. Untuk lahan sawah
petani memanfaatkannya dengan menanam tanaman dataran tinggi, seperti apel,
kubis, bawang merah, sawi, dan nangka. Sedangkan pada lahan tegal yang ditanam
hampir sama dengan lahan sawah yaitu apel, kubis, sawi
namun ada juga bawang prei.
Cara pengolahannya sangat sederhana yaitu dengan hanya menggunakan
cangkul untuk olah tanah. Begitu juga dengan pemberian pupuk, tanah hanya
diolah dengan cangkul. Dalam pemberian pupuk tanaman polikultur ini setiap 6 bulan sekali tiap
panen. Petani selain menggunakan pupuk juga menggunakan fungisida yang
diberikan minimal setiap 15 hari sekali sebanyak 1 drum air ditambah dengan
fungisida cair 200cc dan fungisida serbuk sebanyak 10 sendok.
Dalam budidaya tanaman dan
pengolahan lahan tentunya tidak lupa dengan penggunaan pupuk sebagai bahan yang
dapat membantu penyuburan tanah maupun tanaman. Dalam budidaya tanaman
polikultur ini petani menggunakan pupuk kandang yang
berasal dari kotoran ternak, baik berupa padatan (feces) yang bercampur sisa
makanan, ataupun air kencing (urine) dan pestisida kimia. Untuk pupuk kandang petani
memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organic. Kotoran ternak tersebut
tanpa diolah menjadi kompos namun langsung diaplikasikan sebagai pupuk organic.
4.4 Pengendalian
Hama dan Penyakit yang Dilakukan Oleh Petani
4.4.1
Hama dan Penyakit yang Ditemukan dan Pengaruh Terhadap Produksi Komoditas
Hama
Menurut Bapak Mujiono,
hama yang biasanya menyerang tanaman budidayanya adalah sebagai berikut :
1. Tanaman
Apel
a. Thrips
sp.
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Phylum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Thysanoptera
Famili
: Thripidae
Genus
: Thrips
Spesies
: Thrips sp
Thrips sp memiliki panjang tubuh
sekitar 1-2 mm, berwarna hitam, datar,
langsing dan mengalami metamorfosis sederhana/ setengah sempurna yaitu mulai dari
telur kemudian nimfa/thrips muda
berwarna
putih atau
kuning baru setelah
itu menjadi thrips dewasa sebelum mengalami dua sampai empat
instar.
Menurut Kalshoven
(1981) bahwa imago betina Thrips dapat
meletakkan telur sekitar 15 butir secara
berkelompok kedalam jaringan epidhermal daun tanaman dengan masa inkubasi telur sekitar 7 hari.
Gejala Serangan
Pada permukaan
daun
akan terdapat
bercak-bercak yang berwarna
putih seperti perak. Menurut Setiadi
(2004 ), hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah
dihisap cairannya oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling berdekatan dan akhirnya bersatu maka
daun
akan memutih seluruhnya mirip
seperti
warna perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah menjadi warna coklat dan
akhirnya daun akan mati.
Pada umumnya bagian
tanaman yang diserang oleh
Thrips ini adalah
pada daun,
kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah
cabai yang masih muda.
b.
Ulat Grayak (Spodoptera
Litura)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Imsekta
Ordo : Lepidoptera
Famili:Noctuidae
Sub Famili : Amphipyrinae
Genus : Spodoptera
Species : Spodoptera Litura F.
Instar
pertama tubuh larva berwarna hijau kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan
tubuh berbulu-bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar
kedua, tubuh berwarna hijau dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu-bulunya tidak
terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada
bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen,
pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua. Larva instar
ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm.
Pada
bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan
hitam sepanjang tubuh. Instar keempat , kelima dan keenam agak sulit dibedakan.
Untuk panjang tubuh instar ke empat 13-20 mm, instar kelima 25-35 mm dan instar
ke enam 35-50 mm. Mulai instar keempat warna bervariasi yaitu hitam, hijau,
keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan.
Ulat
yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam
kecoklat-coklatan.Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah
pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago
berupa ngengat dengan warna hitam kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan
spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang
biasanya berwarna putih.
Gejala Serangan
Larva
yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian
atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja dan ulat yang besar memakan
tulang daun dan buahnya. Gejala serangan pada daun rusak tidak beraturan,
bahkan kadang-kadang hama ini juga memakan tunas dan bunga. Pada serangan berat
menyebabkan gundulnya daun. Serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau
2. Kubis
a. Ulat
Grayak
Pada
lahan Bapak Mujiono, ulat grayak tidak hanya menyerang apel saja, melainkan
juga menyerang kubis. Gejala serangannyapun hampir sama pada serangan ulat
grayak pada umumnya di berbagai jenis tanaman.
3. Bawang
Prei
a. Wereng
Coklat
kingdom
: animalia
filum : arthropoda
subfilum : hexapoda
kelas : insecta
ordo : hemiptera
famili : delphacidae
genus : nilaparvata
spesies : Nilaparvata lugens
filum : arthropoda
subfilum : hexapoda
kelas : insecta
ordo : hemiptera
famili : delphacidae
genus : nilaparvata
spesies : Nilaparvata lugens
Nilaparvata
lugens
berkembang dengan metamorfosis tidak sempurna yang dalam siklus hidupnya
terdapat stadium telur, nimfa dan dewasa. Telur dari N. lugens berbentuk
lonjong berwarna putih dengan panjang 1,3 mm. Telur-telur ini diletakkan
berkelompok seperti sisiran pisang di dalam jaringan pelepah daun yang menempel
pada batang. Nimfa wereng cokelat terdiri dari 5 instar yang dapat dibedakan
dari ukuran tubuh dan sayapnya. Nimfa instar pertama berwarna putih keabu-abuan
dengan panjang 0,6 mm, sedangkan instar kelima berwarna cokelat dengan panjang
2,0 mm. Perubahan warna tubuh dari putih keabu-abuan lalu menjadi cokelat
terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan instar.
Imago
Nilaparvata lugens mempunyai 2 bentuk ukuran sayap yaitu makroptera
(bentuk yang bersayap panjang) dan brakhiptera (bentuk yang bersayap pendek).
Dimorfisme sayap ini berhubungan dengan kepadatan populasi yang terkait dengan
persediaan makanannya. Warna tubuh fase imagonya adalah cokelat kekuning
kuningan sampai cokelat tua. Panjang tubuh imago betina 3-4 mm dan imago jantan
2-3 mm. Imago betina mempunyai abdomen yang lebih gemuk daripada imago jantan.
Penyakit
1.
Embun Tepung
Gejala
penyakit dapat timbul pada daun, ranting, bunga, dan buah. Pada bagian yang
terserang, jamur membentuk lapisan putih seperti beledu bertepung, yang terdiri
atas miselium, koniofor dan konidium jamur. Gejala segera tampak setelah kuncup
berkembang menjadi daun dan tunas yang baru. Daun yang sakit parah menggulung,
kerdil, keras dan rapuh, diselimuti oleh miselium jamur dan akhirnya rontok.
Gejala awal pada daun yang sakit adalah terbentuknya bercak-bercak kecil
bertepung, berwarna putih atau putih kelabu pada sisi bawah daun, tetapi
setelah berkembang kedua sisi daun dan ranting tertutup oleh lapisan bertepung.
Jamur berkembang di atas permukaan daun. Permukaan yang lebih atas biasanya
terinfeksi lebih dulu dan mungkin menyebar pada daun yang lebih rendah. Bagian
daun yang tertular mungkin menguning dan berubah, terutama pada daun-daun muda.
Infeksi yang tinggi menyebabkan kerontokan daun lebih dini. Buah yang
terinfeksi mungkin pecah karena tidak dapat tumbuh normal.
Serangan
pada bunga tampak jelas pada tangkai bunga yang menjadi berwarna putih. Proses
pembuahan dapat gagal, bunga mati dan rontok. Pada buah muda jamur membentuk
miselium putih. Buah dapat tetap kecil atau bentuknya agak berubah. Kelak
permukaan buah yang terserang akan berwarna coklat dan kasar (Russeting;
”Nyawo”, Jw., seperti buah sawo) sehingga harganya sangat berkurang. Penyakit
juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman muda dipembibitan.
Penyebab penyakit
Embun tepung pada apel disebabkan oleh Podoshpaeria leucotricha
(Ell. et Ev.) Salm., yang juga disebut sebagai Oidium farinosum
Cke. Jamur mempunyai miseluim yang tedapat pada permukaan jaringan tanaman yang
membentuk jaringan haustorium (alat penghisap) yang membentuk agak membulat,
masuk kedalam sel-sel epidermis. Miselium membentuk konidiofor seperti tabung
yang diujungnya membentuk konidium secara berantai. Konidium seperti tabung
pendek sampai agak bulat, hialin, berukuran 21-31×13-18 µm.
Di daerah tropika jamur tidak membentuk tubuh buah. Di daerah beriklim
sedang diketahui bahwa jamur membentuk tubuh buah kleistotesium (Sastrahidayat,
1984) yang mungkin juga berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri
terhadap keadaan yang kurang baik. Kleistotesium bulat, hitam, sebagian
tertanam dalam miseluim dengan garis tengah 75-96 µm. Pada permukaan
kleistotesium terdapat dua macam rambut, yaitu panjang dan kaku, serta yang
pendek dan beliku-liku. Tiap kleistotesium hanya berisi satu askus, berukuran
55-70×40-50 µm. Askus berisi 8 askospora. Yang masing-masing berukuran 20-26×12-14
µm. P. leucotricha adalah parasit obligat yang hanya dapat hidup bila
memarasit jaringan yang hidup.
Siklus hidup penyakit
Di Indonesia jamur mempertahankan diri dengan mudah karena pada setiap
musim selalu terdapat daun apel yang segar. Para petani melaksanakan defoliasi
tidak bersama-sama agar dapat memperoleh buah sepanjang tahun. Dengan demikian
infeksi selalu ada, pada waktu tidak ada daun, jamur bertahan pada sisi-sisi
kuncup, dan dari sini akan menyerang daun muda yang berkembang dari kuncup itu.
Menurut Sastrahidayat (1984) konidiofor umumnya mulai membentuk
konidium pada pukul 15:00. Pukul 06:00 pagi berikutnya konidium membentuk
rantai terpanjang. Konidum mulai dipencarkan pada pukul 09:00, dengan
pemancaran maksimum antara pukul 12:00 – 13:00. Konidium di pencarkan oleh
angin. Konidium yang jatuh pada daun muda mulai berkecambah setelah 6 jam, dan
setelah 96 jam sudah dapat membentuk konidium baru.
(Sastrahidayat, 1984)
Pengaruh Hama dan Penyakit Terhadap Produksi Komoditas
Presentase hama dan penyakit di
lahan tidak mempengaruhi produksi komoditas apel, kubis, jagung, serta bawang.
Menurut Bapak Mujiono, populasi hama dan penyakit yang menyerang masih dapat di
kendalikan dengan menggunakan pestisida. Sehingga keberadaan hama dan penyakit
yang menyerang tidak mempengaruhi hasil produksi budidaya di lahan beliau.
Penggunaan Pestisida
-
Alami
a. Daun Beracun (Gindi)
b. Buah Gadung
Bahan: Daun mimba,Umbi
gadung,Detergen,Air
Alat: Timbangan Alat
penumbuk Tempat pencampuran Pengaduk Saringan.
Cara Pembuatan:
a) Tumbuk
halus 1 kg daun mimba dan 2 buah umbi gadung racun, tambah dengan 20 liter air
+ 10 g detergen, aduk sampai rata
b) Diamkan
rendaman tersebut selama semalam.
c) Saring
larutan hasil rendaman dengan kain halus.
d) Semprotkan
larutan hasil penyaringan ke pertanaman.
c. Biji Mahoni
Larutan
hasil perasan biji mahoni dengan konsentrasi 3% sangat efektif untuk
mengendalikan kutu daun. Larutan ini dibuat dengan cara mencampurkan 3 gram
biji mahoni dalam 100 ml air, kemudian dihaluskan dengan blender. Cairan ini
kemudian disaring dan dapat disemprotkan pada daun krisan yang terserang.
Tingkat mortalitas yang dihasilkan bisa mencapai 90% lebih pada hari keempat
setelah aplikasi.
-
Kimia
a. Fungisida
·
Dakonil 75 WP
Digunakan
untuk memberantas penyakit embun tepung pada daun apel. Dosis penggunaan
10sendok. Harga produk Rp 70.000,00
b. Insektisida
·
Buldok 25 EC
Digunakan
untuk membasmi hama wereng coklat. Dosis penggunaan yaitu 200cc dan harga
produk Rp 85.000,00
4.5 Pemasaran Komoditas Yang
Ditanam Oleh Petani
Jenis komoditas yang ditanam oleh
Bapak Mujiono yang meliputi tanaman apel, kubis, bawang prei, sawi, jagung dan
nangka ini memiliki jangkauan pemasaran yang tidak seberapa luas. Hal ini
karena diantara jenis komoditi yang beliau tanam seperti jagung dan nangka,
ditanam hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau lebih spesifiknya ialah
hanya untuk dikonsumsi sendiri bersama keluarganya.
Disamping itu, pada saat musim panen
untuk jenis komoditi tanaman apel, kubis, bawang prei dan sawi, hasil panen
Bapak Mujiono langsung diminta oleh tengkulak sehingga dari aspek
pemasarannyapun sempit yaitu cukup pada tengkulak saja yang oleh pihak
tengkulak hasil panen tersebut dipasarkan kepada penjual-penjual eceran atau
usaha kecil yang harga jualnya ialah hampir 100% mengambil harga awal yang
diberikan oleh Bapak Mujiono.
Hal ini terjadi karena menurut Bapak
Mujiono, beliau belum mampu memasarkan hasil panennya sendiri dikarenakan
kurang keterampilan pemasaran yang jauh dari jangkauannya. Selain itu Bapak
Mujiono juga mengatakan bahwa pada saat musim panen beliau memang benar-benar
membutuhkan uang segera sehingga pemikiran untuk memasarkan hasil panennya
sendiri juga tampak dirasanya sangat sulit.
4.6 Biaya yang Dikeluarkan
dan Keuntungan
Produksi
Penggunaan pupuk kandang dan
pestisida kimia sendiri juga mengeluarkan biaya, untuk pupuk kandang biaya yang harus dikeluarkan
sebesar Rp 25.000,- sampai Rp 30.000,- setiap pemberian pupuk sedangkan untuk
penggunaan pestisida kimia jenis blue dog biaya yang dikeluarkan petani adalah
sebesar Rp 85.000,- per botol dan untuk jenis dakonil sebesar Rp 70.000.-. Biaya
produksi yang dikeluarkan oleh Bapak Mujiono dari semua jenis komoditi yang dia
tanam meliputi jagung, nangka, sawi, kubis, bawang prei, dan apel umumnya
membutuhkan biaya sebesar Rp. 1.500.000,00
Pada saat musim panen Bapak Mujiono
memperoleh penerimaan dari hasil panennya umumnya sebesar Rp. 10.000.000,00
hingga Rp. 15.000.000,00. Penerimaan yang diperoleh Bapak Mujiono yang sebesar
itu memberikan keuntungan yang cukup memuaskan bagi Bapak Mujiono untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Selain itu, penerimaan sebesar itu juga
mampu membuat Bapak mujiono kembali modal dan cukup untuk membayar upah para
pegawainya.
Selama Bapak Mujiono menjadi petani,
beliau mengatakan bahwa pernah satu kali beliau mengalami kerugian yaitu dari
modal sebesar Rp. 1.500.000,00 beliau mendapatkan penerimaan yang sangat rendah
sebesar Rp. 2.000.000,00. Namun kerugian yang sangat drastis itu hanya terjadi
sekali dan sampai saat ini beliau masih puas dan bhkan sangat puas dengan hasil
panennya yang memberikan keuntungan cukup bagi Bapak Mujiono dan keluarga.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan observasi
yang telah dilakukan minggu lalu dapat disimpulkan bahwa jenis tanaman yang
dibudidayaka oleh Bapak Mujiono di
Tegal seluas 40 m2 adalah apel, kubis, bawang prei, sawi, dengan
menggunakan sistem polikultur. Dalam melakukan aktivitas pertanian Bapak Mujiono mempunyai kepercayaan atau adat istiadat
yaitu didasarkan pada tanggal dan tahun tertentu. Jika paada waktu tanggal muda
menanam komoditas pertanian atau yang dikenal dengan sebutan “Bumi Ke atas”
maka tanaman akan cepat tumbuh. Selain itu, perkiraan cuaca juga menjadi
kepercayaan dalam menentukan komoditas apa yang akan ditanam. Masyarakat Gubuk
Klakah kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang mempunyai kelompok tani yang
sifatnya berbagi pengalaman antara satu petani dengan
petani lainnya. Kelompok tani tersebut diketuai oleh Bapak miskan yang menjadi
panutan bagi masyarakat dalam pengelolaan usaha tani. Selain itu kelompok tani
tersebut bekerja sama dengan Bank sehingga dapat melakukan simpan pinjam pada
Bank tersebut.
Biaya
produksi yang dikeluarkan oleh Bapak Mujiono dari semua jenis komoditi yang dia
tanam meliputi jagung, nangka, sawi, kubis, bawang prei, dan apel umumnya
membutuhkan biaya sebesar Rp. 1.500.000,00. Pada saat musim panen Bapak Mujiono
memperoleh penerimaan dari hasil panennya umumnya sebesar Rp. 10.000.000,00
hingga Rp. 15.000.000,00.
5.2 Kritik dan Saran
Sebaiknya pengaturan jarak tanam
pada tanam apel dan sayuran lebih diperlebar agar tanaman tidak mudah terserang
hama maupun penyakit serta tidak terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara.
Selain itu, seharusnya penggunaan pestisida pada tanaman perlu dikurangi supaya
tanaman bisa tumbuh dengan normal.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonymousa. 2012. Penyakit
Tanaman. Online [http://agrimaniax.blogspot.com/2010/penyakit-tanaman.html].
Diakses pada 30 Mei 2012
Anonymousb.
2012. Adat dan Kepercayaan Masyarakat. (Online). http://nophitaputri.blog.fisip.uns.ac.id. Diakses pada 1 Juni 2012
Anonymousc. 2012. Peramalan
Cuaca Tradisional. http://www.smallcrab.com. (Online).
Diakses pada 2 Juni 2012
Anonymousd. 2012. Melacak Asal Usul Pranoto Mongso.(Online). http://manshuralkaf.wordpress.com.
Diakses pada 2 Juni 2012
Arrahman.
2011. Resensi Hasil Teknologi Pengendalian Hama Kumbang Bubuk pada Tanaman
Jagung. Politeknik Pertanian Negeri: Pangkep
Basukriadi, A. 2003.
Pengendalian hayati. http://ebook.ut.ac.id, diakses tanggal 2 Juni 2012
Djafaruddin.
2007. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman. PT Bumi Aksara: Jakarta
Dinas Pertanian
Kabupaten Wonosobo. 2006. Pestisida Alami dan Buatan untuk Tanaman. Dinas
Pertanian Kabupaten Wonosobo. Wonosobo
Dr. Baehaki Suherlan
Effendi - Penulis adalah Peneliti di Balitpa Sukamandi - Dimuat dalam Tabloid
Sinar Tani, 5 Juli 2006
Harahap, Z. dan T.S. Silitonga. 1993. Perbaikan
varietas padi. Dalam Buku Padi 2. Badan Pertanian dan Pengembangan Pertanian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. hlm. 335-375.
Makarim, A.K., I.N.
Widiarta, Hendarsih, S., dan S. Abdulrachman. 2003. Petunjuk Teknis Pengelolaan Hara dan Pengendalian Hama
Penyakit Tanaman Padi Secara Terpadu. Departemen Pertanian;
Matnawy. 1989.
Perlindungan Tanaman. Kanisius: Yogyakarta
Meliantari, Dian. 2012.
Polikultur dan Jenis-jenisnya. (Online) http://dianmeliantari.edublogs.org.
Diakses pada 2 Juni 2012
Mudjiono,.
Rahardjo & Himawan. 1991. Hama –Hama Penting Tanaman Pangan. Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya: Malang
Muhidin.
1993. Dasar Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Muhammadiyah: Malang
Painter,
R.H. 1958. Resistance of Plants to Insect. Annual review of entomology 3: 267 –
290
Sastrahidayat, I.R. 1978. Survey penyakit tepung pada
apel di daerah Batu. Dept.perlindungan tanaman. F.P Univ. Brawijaya. Malang
Serambi. 2011. Pengaturan
Pola Tanam dan Pengolahan Tanah.
http://planthospital.blogspot.com/2011/11/cropping-pattern.html, diakses
tanggal 2 Juni 2012
Soekirman,dkk.2007.Sistem
Pertanian Monokultur.http://wihans.info/blog/sistem-pertanian-polikultur,
diakses tanggal 2 Juni 2012
Stakmann &
Harrar. 1957. Plant Protection. A.V.C. Comm: Australia
Suniarsyih, N. S, 2009.
Pengendalian hama penyakit dan gulma secara terpadu (PHPT). http://wibowo19.wordpress.com/2009/01/18/pengendalian-hama-penyakit-dan-gulma-secara-terpadu-phpt/,
diakses tanggal 2 Juni 2012
Supriati,
Y., Y. Yulia dan I. Nurlela, 2008. Taman Sayur + 19 Desain Menarik. Penebar
Swadaya. Jakarta
Teetes,
G.L. 1996. Keragaman Genetik Sorgum. Sorghum bicolar (L) Monech, sumber plasma
nutfah tahan hama. XX int’Icoong. Firenze: Italia
Untung, K. 2001.
Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wiyono, S. 2007.
Perubahan iklim dan ledakan hama dan penyakit tanaman.http://www.deptan.go.id/setjen/humas/berita/Serangan%20OPT.htm,
diakses tanggal 2 Juni 2012